"Dan janganlah kamu MEMAKI sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan". [Q.S. an-An`am: 108]
Ayat ini secara jelas memang mengandung larangan 'as-Sabb' (menghina/memaki/melecehkan/menistakan) sesembahan yang ada dalam agama di luar Islam. Namun persoalannya adalah, seperti apa dulu bentuk tindakan memaki, menghina, melecehkan atau menistakan, yang dilarang dalam ayat ini?
Ketika si A berceramah lalu menyatakan kepada para jemaah, bahwa Salib itu benda mati yang tidak memberikan manfaat dan bahaya, atau menjelaskan bahwa patung Budha itu buta dan tuli, maka apakah pernyataan si A seperti ini sudah masuk dalam kategori tindakan memaki yang terlarang tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka semestinya kita kembali pada uraian dan paparan para ulama Tafsir, yang memiliki otoritas untuk menggali, mendalami dan menjelaskan maksud dari firman Allah -Subhanah-. Karenanya, mari kita simak berikut ini, beberapa penjelasan ulama Tafsir yang bisa dirujuk saat ini.
1]. Rasyid Ridha dalam tafsir al-Manar.
Rasyid Ridha memaknai 'as-Sabb' dalam ayat itu dengan tindakan yang murni bertujuan untuk menghina (Ihanah) dan mencela (Ta`yir). Beliau menyatakan:
لأن السب هو الشتم وهو ما يقصد به الإهانة والتعيير ، والغرض من ذكر معبوداتهم بذلك بيان الحقائق والتنفير عن الخرافات والمفاسد.
Adapun bila tujuannya untuk menjelaskan fakta dari sesembahan non-muslim, serta membuat orang mau menjauhi khurafat dan kebatilan, maka itu tidak termasuk 'as-Sabb' yang dilarang ayat tersebut. Karenanya, beliau menilai bahwa ayat-ayat Quran yang menjelaskan fakta-fakta terkait sesembahan non-muslim, bukan termasuk tindakan 'as-Sabb' yang terlarang. Beliau menjelaskan:
واستشكل بعضهم النهي بما ورد في الكتاب العزيز من وصف آلهتهم بأنها لا تضر ولا تنفع ، ولا تقرب ولا تشفع ، وأنها وإياهم حصب جهنم ، وتسميتها بالطاغوت وهو مبالغة من الطغيان ، وجعل عبادتها طاعة للشيطان . وقد يجاب عنه بأن هذا لا يسمى سبا وإن زعموه جدلا، لأن السب هو الشتم وهو ما يقصد به الإهانة والتعيير ، والغرض من ذكر معبوداتهم بذلك بيان الحقائق والتنفير عن الخرافات والمفاسد.
2]. Abu Zuhrah dalam tafsir Zahrah at-Tafasir.
Beliau berpendapat, sifat-sifat yang disematkan Quran kepada sesembahan non-musim, seperti: tidak memberikan bahaya dan manfaat, buta, tuli dan bahan bakar api neraka, itu bukanlah tindakan 'as-Sabb'. Sebab, apa yang disampaikan Quran itu adalah untuk menjelaskan fakta dan hakikat dari sesembahan mereka, bukan untuk menghina dan melecehkan, seperti: ucapan "semoga Allah melaknat sesembahan kalian", atau "semoga sesembahan kalian menjadi jelek", tanpa menyebutkan hakikat atau fakta dari sesembahan tersebut.
Berikut uraian beliau dalam tafsirnya, yaitu:
وهنا نسأل عن معنى السب أهو الشتم أم مجرد ذكرهم بأنهم لا يضرون ولا ينفعون، وأنها أحجار لا تضر ولا تنفع، لا يمكن أن تكون من السب أن يقال: إنهم لا يضرون ولا ينفعون، فقد ذكر في القرآن كثيرا أنهم لا يضرون ولا ينفعون، فقد قال تعالى: قل أندعو من دون الله ما لا ينفعنا ولا يضرنا وحكى الله تعالى عن خليله إبراهيم أنه قال لأبيه: يا أبت لم تعبد ما لا يسمع ولا يبصر ولا يغني عنك شيئا والقرآن الكريم المنزل من رب العالمين لا يكون فيه سب ولا شتم، وإنما يكون فيه ذكر الحقائق الثابتة التي لا مجال للريب فيها.
وعلى ذلك لا يمكن أن يكون وصف الأوثان بأنها لا تضر ولا تنفع سبا؛ لكنه لكي يمنع العرب من عبادتها، لا بد من وصفها بحقيقتها ومآلها، ولقد قال تعالى: إنكم وما تعبدون من دون الله حصب جهنم
إنما السب هو شتم الأوثان مثل: (لعنها الله)، و: "قبحت آلهتكم" من غير ذكر أوصافها، ولكن قد يقال: إن المشركين عدوا ذلك سبا، فقد قالوا أو قال وفدهم عن النبي -صلى الله عليه وسلم- لأبي طالب، لقد سفه أحلامنا، وسب آلهتنا، ونقول: إننا نفسر كلام الله تعالى، وما علينا أن نفسر كلامهم، فليسموا ذكر الحقيقة سبا كما يشاءون، ولكن السب ليس كما يقولون.
3]. Ibnu `Asyur dalam tafsir at-Tahrir wat Tanwir.
Menurut beliau, 'as-Sabb' itu adalah ucapan yang bertujuan untuk menghina seseorang, atau menyematkan kecacatan padanya. Namun, memvonis orang lain salah atau sesat, itu menurutnya bukan termasuk tindakan 'as-Sabb'. Ibnu `Asyur menjelaskan:
والسب : كلام يدل على تحقير أحد أو نسبته إلى نقيصة أو معرة ، بالباطل أو بالحق ، وهو مرادف الشتم . وليس من السب النسبة إلى خطأ في الرأي أو العمل ، ولا النسبة إلى ضلال في الدين إن كان صدر من مخالف في الدين.
Terkair dengan ayat-ayat Quran yang menyemat beberapa kecacatan pada sesembahan non-muslim, beliau menilai itu bukanlah tindakan 'as-Sabb'. Sebab, apa yang disampaikan Quran itu adalah untuk menyatakan kekurangan sesembahan non-muslim, sehingga tidak layak untuk diposisikan sebagai Tuhan sesembahan. Demikian juga, tujuan Quran menyebutkan itu adalah sebagai bentuk argumentasi (Ihtijaj). Ibnu `Asyur menjelaskan:
والوجه في تفسير الآية أنه ليس المراد بالسب المنهي عنه فيها ما جاء في القرآن من إثبات نقائص آلهتهم مما يدل على انتفاء إلهيتها ، كقوله تعالى أولئك كالأنعام بل هم أضل في سورة الأعراف . وأما ما عداه من نحو قوله تعالى ألهم أرجل يمشون بها فليس من الشتم ولا من السب ؛ لأن ذلك من طريق الاحتجاج وليس تصديا للشتم.
Lantas, seperti apa bentuk 'as-Sabb' yang dimaksudkan dalam ayat di atas? Menurutnya, yang dimaksudkan adalah seperti kata celaan dan cacian yang pernah diucapkan orang Islam untuk sesembahan orang Musyrik. Salahsatu contoh yang beliau sebutkan adalah, ucapan Abu Bakar -Radhiyallahu`anhu- kepada seorang Musyrik: "Hisap tuh clito**s berhala al-Lata!". Berikut pernyataan Ibnu `Asyur:
فالمراد في الآية ما يصدر من بعض المسلمين من كلمات الذم والتعيير لآلهة المشركين ، كما روي في السيرة أن عروة بن مسعود الثقفي جاء رسولا من أهل مكة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الحديبية فكان من جملة ما قاله : وايم الله لكأني بهؤلاء ( يعني المسلمين ) قد انكشفوا عنك ، وكان أبو بكر الصديق حاضرا ، فقال له أبو بكر : امصص بظر اللات إلى آخر الخبر.
Nah, terkait pernyataan UAS terkait Salib, saya pribadi menilai itu tidak termasuk ke dalam tindakan 'as-Sabb' yang terlarang dalam ayat di atas. Sebab, yang beliau sampaikan itu sebenarnya adalah penyebab dari efek atau dampak negatif, saat melihat Salib bagi jiwa dan akidah seorang Muslim.
Ada efek pada jiwa yang dirasakan seorang muslim, saat melihat Ka'bah. Tenang, nyaman dan teduh. Itulah efek yang dirasakan saat melihat Ka'bah. Sebaliknya, tidak mustahil hati seorang muslim akan terasa gelisah dan tidak tenang, saat melihat Salib atau patung yang ada di Salib. Jika ini ada yang merasakannya, lalu dia sampaikan dan diyakini, maka tentu hal ini bukanlah sebuah pelecehan terhadap Salib, melainkan keyakinan dan penyampaian sebuah fakta terkait Salib.
Bahkan, salahsatu penyebab lupa yang jelas disebutkan az-Zarnuji dalam kitab Ta`limul Muta`allim dan al-Ghazali dalam Minhaj al-Muta`allim adalah, karena melihat orang yang disalib. Lantas apakah dua ulama seperti ini juga dikatakan sebagai penistaan agama terhadap Salib?
Dan dalam hal ini, UAS punya penilaian bahwa efek ketidaknyamanan perasaan saat melihat Salib itu adalah karena ada jin di dalam patung Salib. Analisa beliau ini didasarkan pada asumsi bahwa patung sebagai tempat tinggal Setan atau Jin kafir.
Jika analisa dan dasar analisa yang beliau sampaikan ini tepat menurut kajian Islam, maka apa yang beliau sampaikan itu adalah sebuah ajaran agama, bukan sebuah cacian dan makian. Karenanya, sangat tidak tepat bila UAS dianggap melecehkan dan menghina, karena telah menyampaikan sebuah analisa yang sesuai dengan kajian Islam, dan bukan murni untuk melecehkan.
Tapi jika itu salah dan tidak tepat, maka apa yang beliau sampaikan itu adalah satu bentuk 'ijtihad' pribadi yang salah tanpa disengaja. Karenanya, tidak tepat bila UAS dianggap mencela dan memaki, lantaran pendapat ilmiah yang dikemukannya itu ternyata tidak tepat. Jika tetap bersikukuh, maka bersiaplah bila anda akan dicap mencela, saat anda menyampaikan suatu analisa yang salah tanpa anda sengaja.
Wallahua`lam
Dikumpulkan dan disyarah oleh:
Ustad al-Fitri