Saat Penguasa Cemburu kepada Ahlul Bait

Desember 12, 2020


Ketika Penguasa Cemburu kepada Ahlul Bait 

(Kisah Hisyam bin Abdul Malik dan penyair; Farazdaq) 


Dalam kajian sejarah sastra Arab, elemen politik dan sosial menjadi salahsatu kajian yang penting untuk dianalisa. Para sastrawan mengatakan, sebuah sastra terpengaruh oleh keadaan di sekitarnya. Karena sastra, adalah hasil buah pemikiran pelaku sejarah, dan pelaku sejarah terpengaruh oleh keadaan di sekitarnya. 

Pada era Dinasti Umawiyah, keadaan politik bisa dibilang cukup carut-marut. Tentu saja semakin banyak konflik, hal itu berpengaruh terhadap sastra. Pasca terbunuhnya Sayyidina Ali oleh kalangan Khawarij, dilanjutkan dengan perlawanan Sayyidina Husain kepada pemerintah zalim, lalu dibantainya para Ahlul Bait dan diasingkan. Gesekan antar penguasa dan masyarakat pengusung keadilan begitu keras (pengusung keadilan yang dimaksud di sini adalah Ahlul Bait dan pengikutnya). Sikap mereka yang demikian dalam melawan kezaliman, kerap kali membuat pemerintah kesal. 

Masyarakat sendiri, lebih mencintai sosok Ahlul Bait karena beliau-beliau berbaur dengan masyarakat. Mendidik masyarakat, mengayomi dan hidup begitu sederhana. Masyarakat menemukan sosok para Ahlul Bait lah yang mengetahui keadaan masyarakat, penyampai suara rakyat yang sebenarnya. Bukan pemerintah yang terlalu banyak janji manis sebelum menjadi pemimpin, namun setelah mengeruk banyak gaji ia lupa janji manisnya. Jadi jangan meminta masyarakat mencintai seorang pemimpin jika ia tidak menjadi pemimpin yang sebenarnya. 


Baik.. Kembali ke sejarah Sastra Arab... 

Pada masa Khalifah Abdul Malik, putranya yang bernama Hisyam bin Abdul Malik melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Dan bersamanya beberapa bodyguard, yang mungkin saja dibayar dengan upah begitu besar untuk melindungi putra Khalifah. Saat melakukan tawaf di Ka'bah, Hisyam melihat gerombolan manusia begitu banyak. Sehingga ia kesulitan saat ingin mencium Hajar Aswad.

Karena gagal mencium Hajar Aswad, Hisyam melanjutkan tawafnya. Berkali-kali ia mencoba mencium Hajar Aswad tetap saja gagal, orang-orang kurang mempedulikannya. Ia pun merasa kelelahan, ajudannya menghadirkan mimbar tinggi supaya sang putra raja duduk beristirahat. Dari atas mimbar, ia melihat sebuah kejadian aneh di Ka'bah. Ia melihat seorang pria dengan diikuti begitu banyak orang di belakangnya saat tawaf. Hisyam tahu siapa pria itu, ia mengenalnya. 

Setiap kali pria tadi akan mencium Hajar Aswad, orang-orang membuat jalan agak luas agar ia mudah mencium Hajar Aswad. Seorang berteriak kepada ombak umat Islam itu dengan kalimat: "Pria ini adalah sisa Rahmat Allah di bumi... Ia adalah sisa Kenabian Kakeknya...Ia adalah Imam para orang yang bertaqwa !! ". Setiap kali ia lewat, orang-orang begitu hormat kepadanya, mencium tangannya. 

Hisyam terkejut, da sendiri yang putra Khalifah, tak bisa mencium Hajar Aswaja karena berdesakan. Orang-orang juga tidak begitu menghormatinya. Sedangkan pria yang notabenenya tidak ia senangi itu, dihormati sedemikian besarnya oleh masyarakat. 

Ya desakan itu bukan di Bandara Sukarno-Hatta atau Petamburan. Tapi di Makkah al-Mukarromah. Adapun pria yang dihormati serta disambut itu adalah seorang Ahlul Bait, nama beliau  Imam Ali Zainal Abidin, putra Imam Husain bin Ali bin Abi Tolib. 

Hisyam ditemani beberapa pembesar Bani Umayyah, salah seorang mereka bertanya kepada Hisyam: 

" Siapa pria itu?". 

Sebagai putra penguasa, Hisyam malu, cemburu. Cara apapun akan ia lakukan agar pria yang dikrumuni dan dicintai masyarakat itu direndahkan. Bukan dengan mencari alasan supaya dipanggil ke kepolisian, atau membunuh para pecintanya. Tapi dengan sebuah perkataan dengan nada sombong. 


"Siapa pria asing itu, aku tidak mengenalnya". 

Lalu, seorang penyair Arab bernama Farazdaq, yang duduk bersama para pembesar itu membantah: 

"Bohong, kau mengenalnya! ". 

Hisyam kembali mengelak, 'gengsi' karena ia tak dihormati layaknya Imam Ali bin Husain. 

" Tidak, aku tidak mengenalnya! ". 

Lalu Farazdaq melantunkan beberapa Bait Syair Arab: 

#هَذا الّذي تَعرِفُ البَطْحاءُ وَطْأتَه

 وَالبَيْتُ يعْرِفُهُ وَالحِلُّ وَالحَرَمُ

Dialah (Imam Ali Zainal Abidin) yang dikenal oleh semua penjuru tanah Haram ataupun luar tanah Haram. 


#هذا ابنُ خَيرِ عِبادِ الله كُلّهِمُ  

هذا التّقيّ النّقيّ الطّاهِرُ العَلَمُ

Dialah putra Junjungan para Hamba Allah (Nabi Muhammad saw), Dialah (Ali Zainal Abidin) Sang Taqwa, Sang Suci, Sang Bersih, junjungan umat Islam. 


#هذا ابنُ فاطمَةٍ إنْ كُنْتَ جاهِلَهُ 

 بِجَدّهِ أنْبِيَاءُ الله قَدْ خُتِمُوا

Ialah Sang Purta Sayyidah Fatimah binti Muhammad saw, jika kau tidak mengenalnya, Kakeknya adalah penutup Risalah Kenabian. 


#وَلَيْسَ قَوْلُكَ: مَن هذا؟ بضَائرِه 

العُرْبُ تَعرِفُ من أنكَرْتَ وَالعَجمُ

Wahai Hisyam, perkataanmu (pura-pura tidak tahu) "Siapa ini?". Samasekali tidak merugikan kemuliaan pria itu. Semua Bangsa Arab mengenalnya, demikian juga Bangsa selain Arab. 


Dan masih sangat panjang bait syair Farazdaq ini. Sepertinya sample bait di atas sudah sangat cukup. 

Tentu dari kisah ini, ada kisah menarik yang perlu kita renungkan. Semoga bermanfaat bagi pecinta Sastra Arab. Dan sekali lagi, tulisan ini adalah tulisan Sastra dan sejarah Sastra Arab.


 Semoga Allah menjaga para Ahlul Bait Nabi Saw.

Iqra' bismirabbik 



Ali Afifi Al-Azhari 

Kairo, 13 Des 2020 


You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari