Maulana Syekh Fathi Hijazi pernah bercerita kepada saya, tentang riwayat kisah yang beliau dengar langsung dari gurunya Syekh Soleh al-Ja'fari. Kata beliau, cerita ini dulunya masyhur di kalangan orang Mesir, khususnya sesepuh penduduk Kairo. Tapi kini, mereka yang tahu telah banyak yang meninggal, sedangkan pemuda zaman sekarang kurang memerhatikannya.
Cerita tersebut tentang mimpi seorang ulama Besar dan wali di zamannya, yaitu Imam Ahmad ad-Dardiri (pengarang Kharidah Bahiyah); matan Akidah Ahlussunah yang dulu pernah saya kaji di pesantren dan menjadi bahan ajaran di Al Azhar.
Beliau lebih akrab dikenal dengan Imam Dardiri Abu al-Barakat. Dijuluki Abu al-Barakat sebab beliau diberi karunia bermimpi Rosulullah Saw setiap malam, sekali lagi setiap malam. Imam Dardiri adalah pemimpin Ulama Al Azhar di zamannya, dari segi fikih beliau adalah Imam Mazhab Maliki hingga dijuluki "Malik as-Shaghir" dari segi Akidah, beliau adalah muta'akhirin dan muhaqqiqin Mazhab Al-Asy'ari, dari segi Tasawu, beliau adalah pimpinan taroqah Khalwatiyah.
Imam Dardiri memiliki guru bernama Syekh Ali as-Sha'idi al-'Adawi. Beliau berdua sama-sama berasal dari suku Beni Adhi (بني عدي) sebuah kabilah Quraisy yang ada di Selatan Mesir, dari kabilah ini pula lah Khalifah Umar bin Khattab RA. Sekedar Informasi, saya pernah ke desa Bani Adhi ini dua kali, perjalanan dari Kairo ke sana sekitar 7 jam naik kereta. Secara geografis, desa ini masih termasuk wilayah provinsi Al-Ashyuth (الأسيوط), di sanalah juga dilahirkan Ulama Syafi'iyah terkenal, Imam Abdurrahman Asyuthi, yang lebih dikenal dengan Imam as-Syuthi.
Baik, kembali ke cerita mimpi tadi. Imam Ali as-Sha'idi tahu bahwa muridnya; Imam Dardiri diberi anugerah bermimpi Rasulullah SAW setiap malam. Suatu hari beliau memanggil muridnya itu dan mengatakan:
“إنك ترى رسول الله صلى الله عليه وسلم كثيرا، فإذا رأيته فاسأله عن حالي! "
"Kamu sering bermimpi Rosulullah SAW. Jika bermimpi lagi, tolong tanyakan kepada beliau tentang keadaanku".
Imam Dardiri mengiyakan perintah itu. Ketika Syekh Fathi bercerita demikian, otak saya berfikir, bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan sesuatu di dalam mimpi secara disengaja? Bagiamana seseorang bisa merencanakan sesuatu tentang apa yang akan dilakukan ketika bermimpi nanti?. Apalagi permintaan orang lain...
Sayapun berspekulasi sendiri, bahwa sebenarnya Imam Daridir tidak bermimpi, tapi bertemu Rasulullah secara terjaga. Wallahua'lam.
Kemudian Syekh Fathi melanjutkan ceritanya. Bahwa keesokan harinya Imam Dardiri datang kepada gurunya, dan menyampaikan apa yang dikatakan Rasulullah SAW:
“إنه رجل صالح، غير أن به جفوة”
"Dia (maksudnya Syekh Ali as-Sha'idi) itu termasuk orang soleh, namun ada sedikit sifat"jafwah"(antipati) pada dirinya"
Dalam bahasa Arab istilah 'Jafwah' digunakan untuk orang yang tidak mau bersilaturrahmi kepada kerabatnya, atau tidak akrab dan menjauh dari kerabatnya.
Walhasil, ketika mendengar perkataan itu, Syekh Ali as-Sha'idi menangis. Seraya mengatakan kepada muridnya:
“يعاتبني رسول الله صلى الله عليه وسلم على تقصيري في زيارته، وقد تقدمت بي السن، ولا أستطيع تحمل مشقة السفر، فإذا رأيته مرة أخرى فأخبره بذلك”
"Rasulullah SAW menegurku, sebab aku tidak lagi menziarahinya di Madinah. Sedangkan aku sudah sangat tua, tidak mampu melakukan perjalanan ke Madinah. Wahai muridku, jika Bertemu Rasulullah lagi sampaikan kepada beliau keluhanku ini"
Tentu saja di zaman Imam Dardiri dan Syekh Ali as-Sha'idi belum ada pesawat terbang, perjalanan dari Mesir ke Madinah hanya dilakukan dengan unta atau kuda. Pastinya memakan waktu berbulan-bulan. Kalaupun ada jalur laut, bahtera dulu mengunakan angin, yang juga memerlukan mental, bekal dan waktu yang lebih.
Pada pertemuan selanjutnya dengan Rasulullah SAW, Imam Dardiri menyampaikan pesan gurunya kepada Beliau Lalu Nabi menjawab:
“قل للشيخ الصعيدي: (أنا عند الإمام الشافعي كل يوم جمعة، من بعد صلاة العصر إلى الفجر، فليأتني هناك)”
"Wahai Daridir, katakan kepada gurumu Syekh Ali as-Sha'idi, bahwa aku ada di bawah qubah makam Imam Syafi'i, sejak ba'da ashar hingga fajar. Suruh dia datang ke sana".
Disampaikanlah pesan itu kepada Syekh Ali as-Sha'idi, seketika beliau sumringah, dan bergegas mengumumkan kisah mimpi itu di Mimbar Masjid Al Azhar di hadapan para ulama Azhar dan penduduk Mesir dengan suara lantang.
Kata Syekh Fathi, semenjak itu, berziarah ke Makam Imam Syafi'i menjadi kebiasaan ulama Azhar dan penduduk Mesir setiap selesai solat Jumat. Jarak antara Makam Imam Syafi'i dan Masjid Al Azhar sekitar 3 km. Mereka semua berjalan kaki bak jemaah haji yang sedang bersa'i. Saking banyaknya para penziarah, kata Syekh Fathi, seakan mereka seperti ombak. Demikian hingga terbit fajar.
Kata beliau juga, kisah itu terus disampaikan dari mulut ke mulut hingga generasi beliau. Jadi ketika masih muda beliau melihat betapa ramainya para penziarah di Makam Imam Syafi'i di hari Jumat sore. Namun seiring berjalannya waktu, semakin sedikit yang tahu. Pemuda Mesir mulai menjauh dari hal-hal semacam ini, disebabkan modernisasi dan hilangnya kesadaran rohani dari satu sisi, dan terpengaruh pemikiran Wahabi salafi dari sisi lain.
Bahkan pengalaman pribadi, saya pernah berniat berziarah ke Makam Imam Abdul Wahab as-Sya'rani dan gurunya Syekh Ali al-Khawwash. Di daerah namanya Bab as-Sya'riyah. Karena baru pertama kali, saya bertanya kepada penduduk setempat. Dan orang pertama yang saya lihat adalah seorang pemuda Mesir yang sedang membuka tokonya. "Mas.. tau makam Imam as-Sya'rawi gak?" .
Dia terlihat bingung, "Siapa Pak Sya'rawi ini?, Aku gak kenal".
"Beliau seorang ulama Tasawuf, yang saya tanyakan masjid dan makam beliau di mana. Saya dengar beliau di daerah sini". Saya melanjutkan.
Tapi pemuda tadi tidak tahu, saya mengira karena makam yang saya cari letaknya jauh. Tapi setalah beberapa hari saya mencoba lagi mencari. Ternyata makam beliau hanya sekitar 200 meter dari toko pemuda tadi.
Sebuah bangsa akan hancur, ketika mereka melupakan sejarah. Bukan hanya itu, mereka akan binasa jika jauh dari Ilmu dan ulama, ulama yang hidup ataupun sudah wafat. Semoga kita didekatkan dengan ulama yang bukan hanya alim, pintar, tapi juga Solih dan dicintai Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga untuk anak cucu kita. Amin.
Kairo, 27 Juni 2022