Masuk
Islam dengan Perantara Mumi Mesir?
Oleh: Ali Afifi
Seiring
perkemebangan zaman, teknologi dan sains modern semakin melahirkan inovasi baru
yang selalu menarik untuk dibahas.
Semakin terungkap rahasia keajaiban alam semesta hanya akan menambah keimanan
para pemikir bahwa Pencipta alam semerta ini amatlah Agung. Tak ayal jika
al-Quran sering berisyarat dengan kalimat لَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ (Agar supaya mereka berfikir), لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (Orang-orang
yang berfikir),
فَاعْتَبِرُوا (Maka
jadikanlah pelajaran). Sebab orang-orang yang berfikir tidak akan
menjustifikasi sebuah asumsi secara dogmatis kecuali setelah menverifikasi akan
kebenarannya. Dengan demikian Tuhan telah memberi bekal kepada manusia akal
pemikiran yang sempurna sehingga setelah mereka mengimani bahwa tidak ada ciptaan-Nya
yang irasional, mereka akan kembali kepada kefitrahan mereka sebagai seorang
hamba penyembah Tuhan yang Maha Rasional. Sebagian keajaiban ciptaan-Nya tertuang
dalam kitab wahyu yang disampaikan melalui para Rasulnya, supaya manusia mau
berfikir dan kemudian beriman.
Secuil dari keajaiban al-Quran yang tidak bisa
dinafikan dan dipungkiri para saintis adalah mumi Fir’aun, mayat seorang raja
Mesir kuno yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Al-Quran merekam kisah Fir’aun
sang raja Mesir itu dengan detail dan ilmiah, sebab janji Allah kepada generasi
modern setelahnya bahwa kisah itu akan diajadikan prasasti supaya dapat mereka kaji dalam bidang spiritual, teknologi,
sosial, maupun disiplin sains modern.
Siapa yang tak mengenal kisah Fir’aun, seorang raja
Mesir yang sangat sombong itu telah menjadi icon yang profan di mata sejarawan.
Selain kekejamannya terhadap peduduk Mesir, dia juga mengaku sebagai tuhan yang
memiliki surga dan neraka. Dalam al-Quran Allah bercerita:
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأَرْضِ
وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ
أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya
Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya
berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak
laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya
Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (Qashas 3-6).
Allah
mengutus Musa kepadanya untuk menujukkan jalan yang benar, namun fir’aun enggan
dan menolak dengan keras seruan Nabi Musa as. Fir’aun memerintahkan kaumnya untuk memboikot dakwah
Musa kepada Bani Israil, dia menganggap Musa adalah penghianat yang harus
dibunuh. Namu pada akhirnya, Fir’aun mati dengan cara
yang konyol yaitu diteggelamkan di laut Merah setelah mengejar Nabi Musa dan
pengikutnya.
Kisah
Fir’aun bukanlah kisah usang yang dengan mudahnya diabaikan, topikalitas mumi
Fir’aun akhirnya dilakukan oleh para saintis modern untuk dianalisa kebenaran
mumi tersebut.
Pada
tahun 1975 Prancis menawarkan kepada pemerintah Mesir untuk meneliti jasad mumi
yang diduga fir’aun itu degan membawanya ke Prancis. Istitut penelitian mumi
itu dimonitori oleh seorang dokter bedah ternama; Prof. Mauric Bucaille. Bucaille adalah ahli
bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris.
Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai
kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology.
Bucaille dan para rekannya
mengerahkan segala kemampuannya untuk mempelajari secara intens mumi Fir’aun,
awalnya dia ingin menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir
kuno tersebut.
Ternyata Bucaile menyimpulkan bahwa
mumi ini mati dalam keadaan tenggelam di laut. Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi
adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera
dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar
awet. Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang
diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari
laut dan pengawetannya. Harun Yahya dalam bukuya juga menjelaskan tidak ada
ilmuan Barat manapun sebelum Prof. Bucaille yang mengungkap penyebab kematian
Fir’aun. Laporan akhirnya ini, Bucaille menerbitkan bukunya dengan judul “Mumi
Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern”. Dengan judul asli, “Les momies des
Pharaons et la midecine”. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix
Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix
General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Kesimpulan tersebut sebelum Bucaille mengenal al-Quran. Akan
tetapi penemuan tersebut sempat menyisakan pertanyaan dalam benaknya, bagaimana
mungkin jasad ini lebih baik daripada jasad mumi lain sedangkan dia dikeluarkan
dari laut.
Terkait hal itu, salah seorang dari anggotanya berisik
sesuatu di telinganya bahwa al-Quran yang diimani kaum Muslimin telah bebicara
bahwa mumi ini mati dalam keadaan tenggelam namun kemudian diselamatkan, penemuan
ini sebenarnya telah diketahui Muslimin melalui
kitab suci mereka sejak awal juah sebelum Bucaile.
Pernyataan itu semakin membuat Bucaille bertanya-tanya, bagaimana mungkin mumi ini terungkap,
sedangkan mumi ini baru ditemukan pada tahun 1898 M, yakni kurang lebih 200
tahun yang lalu, sementara Al-Qur’an mereka telah ada sebelum lebih dari 1400
tahun yang lalu. Bagaimana bisa diterima akal, bangsa manusia secara
keseluruhan, bukan hanya orang Arab, mereka tidak mengetahui tentang keadaan
orang-orang Mesir kuno yang melakukan pemumian terhadap mayat raja-raja Fir’aun
kecuali pada beberapa dasawarsa yang lalu?.
Penulis
juga sempat bertanya-tanya, mengapa umat Islam Mesir sebagai pendduduk asli dan
pemilik mumi ini tidak pernah sempat terlintas untuk meneliti mumi ini, mengapa
justru Mr. Bucaille yang tergerak untuk meneliti muni Fir’aun.
Ternyata
hal itu bukanlah hal yang bombastis bagi Muslimin, sebab jauh-jauh hari
sebelumya al-Quran yang mereka imani telah menceritakan secara detail dan
ilmiah, Allah Swt berfirman:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ
لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ
آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
“Maka
pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.
Ayat
inilah yang membuat Bucaille terperanjat, semenjak mendengar bisikan rekannya
bahwa al-Quran telah mengabarkan kejadian Fir’aun dan Musa, Bucaile kemudian
memutuskan untuk menemui sejumlah rekannya yang muslim untuk membicarakan
kembali soal mumi Fir’aun ini. Hasilnya sama, dia terkejut dengan ayat al Quran
yang dibacakan kepadanya. Dan dia juga merasa apa yang dikatakan dalam al Quran
semuanya masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Akhirnya dengan tegas
seorang Profesor terkemuka Prancis ini berikrar bahwa dirinya percaya dengan al
Quran dan beriman dengan agama Islam.
Terjawablah
semua pertanyaan yang mengganjal dalam benaknya, Semua hasil penelitiannya
tersebut kemudian ia bukukan dengan judul “Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan
Modern” , dengan judul asli dalam bahasa Prancis, “La Bible, le Coran et la
Science” . Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional
di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat
Muslim di dunia.
Dalam
bukunya Prof. Bucaille menulis: " Riwayat yang dikisahkan dalam Taurat
mengenai keluarnya Yahudi dengan Nabi Musa dari Mesir sangat mendukung
hipotesis bahwa Mineptah adalah Khalifa Ramses II,yang mana dia
adalah Fir’aun Mesir yang ada pada zaman Musa as. Studi penelitian mumi Mineptah memberikan
kita informasi mengenai alasan potensi kematian Firaun ini.
Taurat menceritakan bahwa tubuh Firaun ditelan oleh laut , tetapi tidak ada
informasi rinci tentang apa yang terjadi setelahnya. Adapun al-Quran
sendiri menyebutkan bahwa tubuh Firaun
dikutuk setelah diangkat dari air sebagaimana dinyatakan dalam ayat sebelumnya,
dan pemeriksaan medis menunjukkan bahw tubuh Fir’aun tidak tetap di dalam air
dalam waktu yang lama, seperti terjadi tanda-tanda kerusakan pada tubuh mumi karena
terlalu lama berada di dalam air.”
Karyanya ini
menerangkan bahwa Al Quran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains,
sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik
Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan keasliannya diragukan. Wallahu
A’lam bisshowab.