Masuk Islam dengan Perantara Mumi

Juli 18, 2017

Masuk Islam dengan Perantara Mumi  Mesir?
Oleh: Ali Afifi

Seiring perkemebangan zaman, teknologi dan sains modern semakin melahirkan inovasi baru yang selalu menarik  untuk dibahas. Semakin terungkap rahasia keajaiban alam semesta hanya akan menambah keimanan para pemikir bahwa Pencipta alam semerta ini amatlah Agung. Tak ayal jika al-Quran sering berisyarat dengan kalimat  لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (Agar supaya mereka berfikir), لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (Orang-orang yang berfikir),   فَاعْتَبِرُوا (Maka jadikanlah pelajaran). Sebab orang-orang yang berfikir tidak akan menjustifikasi sebuah asumsi secara dogmatis kecuali setelah menverifikasi akan kebenarannya. Dengan demikian Tuhan telah memberi bekal kepada manusia akal pemikiran yang sempurna sehingga setelah mereka mengimani bahwa tidak ada ciptaan-Nya yang irasional, mereka akan kembali kepada kefitrahan mereka sebagai seorang hamba penyembah Tuhan yang Maha Rasional. Sebagian keajaiban ciptaan-Nya tertuang dalam kitab wahyu yang disampaikan melalui para Rasulnya, supaya manusia mau berfikir dan kemudian beriman.  
Secuil dari keajaiban al-Quran yang tidak bisa dinafikan dan dipungkiri para saintis adalah mumi Fir’aun, mayat seorang raja Mesir kuno yang hidup pada zaman Nabi Musa as. Al-Quran merekam kisah Fir’aun sang raja Mesir itu dengan detail dan ilmiah, sebab janji Allah kepada generasi modern setelahnya bahwa kisah itu akan diajadikan prasasti supaya dapat  mereka kaji dalam bidang spiritual, teknologi, sosial, maupun disiplin sains modern.
Siapa yang tak mengenal kisah Fir’aun, seorang raja Mesir yang sangat sombong itu telah menjadi icon yang profan di mata sejarawan. Selain kekejamannya terhadap peduduk Mesir, dia juga mengaku sebagai tuhan yang memiliki surga dan neraka. Dalam al-Quran Allah bercerita: 
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan” (Qashas 3-6).
            Allah mengutus Musa kepadanya untuk menujukkan jalan yang benar, namun fir’aun enggan dan menolak dengan keras seruan Nabi Musa as. Fir’aun  memerintahkan kaumnya untuk memboikot dakwah Musa kepada Bani Israil, dia menganggap Musa adalah penghianat yang harus dibunuh.   Namu pada akhirnya, Fir’aun mati dengan cara yang konyol yaitu diteggelamkan di laut Merah setelah mengejar Nabi Musa dan pengikutnya.
            Kisah Fir’aun bukanlah kisah usang yang dengan mudahnya diabaikan, topikalitas mumi Fir’aun akhirnya dilakukan oleh para saintis modern untuk dianalisa kebenaran mumi tersebut.
            Pada tahun 1975 Prancis menawarkan kepada pemerintah Mesir untuk meneliti jasad mumi yang diduga fir’aun itu degan membawanya ke Prancis. Istitut penelitian mumi itu dimonitori oleh seorang dokter bedah ternama; Prof. Mauric Bucaille.  Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology.
            Bucaille dan para rekannya mengerahkan segala kemampuannya untuk mempelajari secara intens mumi Fir’aun, awalnya dia ingin menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.
            Ternyata Bucaile menyimpulkan bahwa mumi ini mati dalam keadaan tenggelam di laut. Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet. Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Harun Yahya dalam bukuya juga menjelaskan tidak ada ilmuan Barat manapun sebelum Prof. Bucaille yang mengungkap penyebab kematian Fir’aun. Laporan akhirnya ini, Bucaille menerbitkan bukunya dengan judul “Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern”. Dengan judul asli, “Les momies des Pharaons et la midecine”. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Kesimpulan tersebut sebelum Bucaille mengenal al-Quran. Akan tetapi penemuan tersebut sempat menyisakan pertanyaan dalam benaknya, bagaimana mungkin jasad ini lebih baik daripada jasad mumi lain sedangkan dia dikeluarkan dari laut.
Terkait hal itu, salah seorang dari anggotanya berisik sesuatu di telinganya bahwa al-Quran yang diimani kaum Muslimin telah bebicara bahwa mumi ini mati dalam keadaan tenggelam namun kemudian diselamatkan, penemuan ini sebenarnya telah diketahui Muslimin melalui  kitab suci mereka sejak awal juah sebelum Bucaile.
Pernyataan itu semakin membuat Bucaille bertanya-tanya, bagaimana mungkin mumi ini terungkap, sedangkan mumi ini baru ditemukan pada tahun 1898 M, yakni kurang lebih 200 tahun yang lalu, sementara Al-Qur’an mereka telah ada sebelum lebih dari 1400 tahun yang lalu. Bagaimana bisa diterima akal, bangsa manusia secara keseluruhan, bukan hanya orang Arab, mereka tidak mengetahui tentang keadaan orang-orang Mesir kuno yang melakukan pemumian terhadap mayat raja-raja Fir’aun kecuali pada beberapa dasawarsa yang lalu?.
Penulis juga sempat bertanya-tanya, mengapa umat Islam Mesir sebagai pendduduk asli dan pemilik mumi ini tidak pernah sempat terlintas untuk meneliti mumi ini, mengapa justru Mr. Bucaille yang tergerak untuk meneliti muni Fir’aun.
Ternyata hal itu bukanlah hal yang bombastis bagi Muslimin, sebab jauh-jauh hari sebelumya al-Quran yang mereka imani telah menceritakan secara detail dan ilmiah, Allah Swt berfirman:
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.
Ayat inilah yang membuat Bucaille terperanjat, semenjak mendengar bisikan rekannya bahwa al-Quran telah mengabarkan kejadian Fir’aun dan Musa, Bucaile kemudian memutuskan untuk menemui sejumlah rekannya yang muslim untuk membicarakan kembali soal mumi Fir’aun ini. Hasilnya sama, dia terkejut dengan ayat al Quran yang dibacakan kepadanya. Dan dia juga merasa apa yang dikatakan dalam al Quran semuanya masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Akhirnya dengan tegas seorang Profesor terkemuka Prancis ini berikrar bahwa dirinya percaya dengan al Quran dan beriman dengan agama Islam.
Terjawablah semua pertanyaan yang mengganjal dalam benaknya, Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul “Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern” , dengan judul asli dalam bahasa Prancis, “La Bible, le Coran et la Science” . Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.
            Dalam bukunya Prof. Bucaille menulis: " Riwayat yang dikisahkan dalam Taurat mengenai keluarnya Yahudi dengan Nabi Musa dari Mesir sangat mendukung hipotesis bahwa Mineptah adalah Khalifa Ramses II,yang mana  dia  adalah Fir’aun Mesir yang ada pada zaman Musa as.  Studi penelitian mumi Mineptah memberikan kita  informasi  mengenai alasan potensi kematian Firaun ini. Taurat menceritakan bahwa tubuh Firaun ditelan oleh laut , tetapi tidak ada informasi rinci tentang apa yang terjadi setelahnya. Adapun al-Quran sendiri  menyebutkan bahwa tubuh Firaun dikutuk setelah diangkat dari air sebagaimana dinyatakan dalam ayat sebelumnya, dan pemeriksaan medis menunjukkan bahw tubuh Fir’aun tidak tetap di dalam air dalam waktu yang lama, seperti terjadi tanda-tanda kerusakan pada tubuh mumi karena terlalu lama berada di dalam air.”
Karyanya ini menerangkan bahwa Al Quran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan keasliannya diragukan. Wallahu A’lam bisshowab.


You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari