Fikih Hari Raya

Juni 19, 2017



Fikih Hari Raya (‘Id)
Oleh: Abuya Muhammad Hasan Abd Mu'iz
Mudir Ma'had Sayyid Muhammad Alawi al-Maliky Bondowoso

Kita sekarang sudah memasuki tanggal 24 Ramadan. Mudah-mudahan Allah menerima puasa yang sudah kita laksanakan selama 24 hari ini. Juga semoga Allah menganugerahkan kepada kita Lailatul Qadr, dan memanjangkan umur kita sehingga kita bisa bertemu lagi dengan Ramadan yang akan datang. Amīn ya Rabb.
Ketika sudah memasuki 5 terakhir Ramadan biasanya kaum muslimin, baik di di media sosial ataupun cetak ramai memperbincangkan masalah Hari Raya ‘Idul Fitrih. Maka oleh karenanya dalam kesempatan ini kami ingin menyajikan untuk para pembaca pembahasan fikih ‘Idul Fitrih. Sekaligus kami sertakan pembahasan salat ‘Idul Adh-ha.
Seperti biasanya, dalam tulisan singkat ini kami hanya menitik beratkan untuk persoalan-persoalan yang lumrah ditanyakan oleh kaum muslimin. Persoalan yang jarang dibahas, tidak kami tulis di sini.
Ketika kami menulis tentang FIKIH ZAKAT, ada kawan memberi masukan kepada kami bahwa persoalan wajibnya niat juga perlu ditulis. Namun tentang wajibnya niat dalam zakat sengaja tetap tidak kami tulis dalam tulisan tersebut, karena sepengetahuan kami, mayoritas muslimin sudah tahu bahwa ibadah wajib pakai niat.
Juga perlu diketahui, seperti dalam tulisan sebelumnya, bahwa dalam tulisan ini kami hanya mengacu kepada Madzhab Syafi’i. Sebagai madzhab yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin Indonesia.
Berikut pembahasan tentang ‘Id yang ingin kami sajikan untuk pembaca. Mudah-mudahan manfaat dan barakah, terutama sekali bagi kami yang dlô’if ini.
- Disunnahkan mengisi malam Hari Raya dengan ibadah. Nabi bersabda, “Siapa orang menghidupkan malam Hari Raya (dengan ibadah) ikhlas karena Allah, maka hatinya tidak akan mati ketika hati hati para manusia mati.” (HR. Ibnu Mājah).
- Disunnahkan mengucapkan tahni’ah (selamat) atas masuknya ‘Id dengan mengatakan, “Taqabbalallahu minnā wa minkum” kepada sesama muslim. (‘Umdatul Muftī wa al Mustaftī, halaman 235).
- Salat ‘Id paling utama dilaksanakan berjama’ah. Dan sah jika dilaksanakan sendirian. (Busyrō al Karīm, halaman 422).
- Salat ‘Idul Adh-ha lebih utama daripada ‘Idul Fitrih. Hal itu dikarenkan yang disebutkan oleh Allah dalam al Quran, yaitu dalam Surat al Kautsar adalah ‘Idul Adh-ha. Sedangkan ‘Idul Fitrih tidak. (‘Iānatut Thōlibīn, juz 1 halaman 497).
- Waktu salat ‘Id dimulai dari terbit Matahari sampai Matahari tergelincir di Hari Raya. Namun disunnahkan untuk mengakhirkan sampai Matahari seukuran satu tombak.
- Untuk salat ‘Idul Fitrih dianjurkan untuk lebih diakhirkan lagi dari waktu meningginya Matahari seukuran satu tombak. Hal itu, guna masih tersisa waktu yang cukup bagi muslimin yang memilih waktu paling afdlol untuk pembayaran zakat fitrah.
- Sedangkan untuk ‘Idul Adha disunnahkan disegerakan ketika sudah masuk waktu afdlol. Hal itu, guna tersedia waktu yang cukup panjang untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban.
- Bagi makmum disunnahkan untuk datang ke masjid pagi-pagi sekali. Tetapi bagi imam disunnahkan datang ketika sudah akan dilaksanakan salat.
- Bagi muslimat yang lagi haid juga disunnahkan untuk ikut menghadiri ke tempat pelaksanaan salat ‘Id. Jika dilaksanakan di masjid, maka ia berada di luar masjid. Begitupun, kesunnahan ini hanya bagi wanita yang jika keluar rumah tidak terjadi “fitnah” disebabkan terlalu cantik, misalnya, atau karena sebab yang lain. Bagi wanita yang demikian, maka lebih baik salat di rumah.
- Disunnahkan makan terlebih dahulu sebelum pergi ke masjid untuk ‘Idul Fitrih. Sedangkan untuk ‘Idul Adha disunnahkan untuk tidak makan sampai selesai melaksanakan salat ‘Id. (Mughni al Muhtāj, juz 1 halaman 313).
- Waktu disunnahkan bertakbir, untuk ‘Idul Fitrih: dari terbenamnya matahari di malam Hari Raya, sampai selesainya takbiratul ihram salat ‘Id. Untuk ‘Idul Adh-ha: menurut qoul yang ahshoh (paling benar), dari waktu Subuh hari ‘Arafah (tanggal 9 Dzul Hijjah) sampai setelah melaksanakan salat Asar pada akhir hari Tasyrīq (tanggal 13 Dzul Hijjah). (‘Iānatut Thōlibīn, juz 1 halaman 499 dan Mughni al Muhtāj, juz 1 halaman 314).
- Dalam salat ‘Id tidak disunnahkan adzan dan iqamah. Sebagai gantinya disunnahkan bagi mu’adzin mengumandangkan, “Ash sholata jāmi’ah” (dengan fathah ta’) atau “Ash sholatu Jāmi’ah” (dengan dlommah ta’). (Nadzm az Zubād).
- Dalam salat ‘Id disunnahkan bertakbir 7 kali selain takbiratul ihrām di rakaat yang pertama. Dan 5 kali selain takbir yang diucapkan ketika bangun dari sujud dalam rakaat kedua.
- Bagi makmun yang sudah ketinggalan takbir yang disunnahkan tersebut dari imam, maka sudah tidak disunnahkan untuk bertakbir lagi.
- Jika ada seseorang, baik menjadi imam atau salat ‘Id sendirian, lupa tidak bertakbir sampai dia sujud, maka tidak boleh kembali berdiri untuk melaksanakan takbir yang ketinggalan itu. Jika dia kembali, maka salatnya batal.
- Apabila lupa tidak bertakbir dan baru ingat setelah membaca surat al Fatihah maka tidak usah mengulang bertakbir. Jika mengulang, maka salatnya sah. Namun tidak mendapatkan pahala kesunnahan bertakbir dalam salat ‘Id. (‘Iānatut Thōlibīn, juz 1 halaman 498).
- Apabila lupa tidak bertakbir dan baru ingat di pertengahan membaca surat al Fatihah, maka boleh memutus bacaan surat al Fatihah untuk bertakbir, kemudian memulai dari awal bacaan surat al Fatihah. (Raudlotut Thōlibīn, juz 1 halaman 330).
- Disunnahkan dalam salat ‘Id untuk membaca surat Qāf dan surat Iqtarobatis sā’ah. Atau surat al A’lā dan surat al Ghōsyiyah. (al Mu’tamad, juz 1 halaman 554).
- Tempat salat ‘Id yang paling afdlol jika mencukupi, di masjid. Jika tidak mencukupi, maka di lapangan. (al Mu’tamad, juz 1 halaman 557).
- Silaturrahim disunnahkan kapan saja. Tidak hanya terbatas kepada ‘Idul Fitrih dan ‘Idul Adh-ha.
Demikian persoalan-persoalan fikih berhubungan dengan ‘Id yang menurut kami penting untuk dijelaskan. Seperti dalam tulisan sebelum-sebelumnya, kami mohon kepada para pembaca jika menemukan kekeliruan dalam tulisan ini, untuk dikonfirmasikan kepada kami. Guna kami jadikan bahan pertimbangan tashih bagi tulisan ini.
Koncer Darul Aman Bondowoso
24 Ramadan 1438 H.

You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari