Antara Indonesia, Islam, dan Kemerdekaan hakiki.

Agustus 16, 2017

*Foto upacara kemerdekaan Indonesia ke-72 Pondok Pesantren Sayyid Muhammad Alawi al-Maliky Bondowoso Jatim. Pada 17 Agustus 2017 M.

Antara Indonesia, Islam, dan Kemerdekaan hakiki.
Oleh: Ali Afifi al-Azhary
(Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo)
Salah seorang ulama karismatik Indonesia, Syekh Abdul Shamad al-Palimbani (1704-1789) dikenal sebagai ulama tersohor asal  Pelembang, Walaupun beliau berdomisili di Makkah, Sykeh Abdul Shamad memilik kepedulian yang sangat kuat terhadap negaranya Indonesia, karena baginya Islam-lah yang mendorongnya berbuat demikan.  Jaraknya yang jauh tak melarangnya untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan, serta senantiasa mendorong masyarakat Indonesia melawan penjajah Belanda melalui buku-bukunya. Beliau menulis buku berbahasa Arab dengan judul “Nasihah al-Muslim wa- Tahdzkirah al-mu’minin fi-Fadhail al-Jhad fi-Sabilillah.”  Di dalamnya beliau menjelaskan wajib hukumnya melawan kafir dan membela tanah air.
Bagi umat Islam, negara adalah komponen penting yang senantiasa harus dijaga eksistensinya. Tanah air bukan hanya sebagai rumah tempat tinggal, Islam memandang negara sebagai ladang dalam  membibit agama Allah tanpa pakasaan dan kekerasan. Cinta tanah air bukan lagi jargon para nasionalis  buta, namun sudah menjadi darah daging dalam ajaran Islam itu sendiri. Sebut saja Rasulullah SAW, betapa iba hati beliau saat diusir kaum Kafir Qurasy dari negara kelahirannya Makkah, sambil megusap air matanya, Nabi bergumam “Wahai Makkah, andai saja pendudukmu tidak mengusirku darimu, aku tak akan pergi dan tetap bersamaamu”. Allah memerintahkan Nabi untuk berhijrah, namun kecitaannya terhadap negara asalnya sangat kuat, sangat sulit melupakannya. Untuk menjadi obat dari sakitnya diusir dari tanah air, Rasulullah berdoa agara supaya kecintaannya kepada Makkah diganti dengan kecintaannya kepada negara barunya yaitu Al-Madinah, Nabi berdoa “ Wahai Allah, berilah kepadaku rasa cinta kepada Madinah sebagaimana kecintaanku terhadap tanah airku Makkah bahkan lebihkanlah kecintaanku kepada Madinah”. Hal itu beliau lakukan atas kecintaannya terhadap Tanah air Makkah, serta upaya mengobati luka berpisah dengannya.
Kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan adalah inti dari dakwah Islam, penajajahan atas kebodohan, kemiskinan, kekafiran, dan penajajah oleh kaum kolonial. Oleh sebabnya para Ulama Nusantara bukan hanya memandang penjajahan oleh Belanda sebagai penjajahan ekonomi, sosial maupun politk, tapi juga penjajahan moral dan agama, sebab misi Belanda bukan hanya ingin merenggut kekayaan Indonesia, tapi juga ingin menjadikan negara Islam terbesar di dunia ini sebagai negara bodoh, jauh dari Allah Ta’ala. Alasan terakhir inilah motor penggerak utama para Ulama untuk inkut andil memperjuangkan kemerdekaan, sebab taruhannya adalah Agama dan anak cucu di masa depan.





Pernyataan ini juga sebagai bantahan untuk sebgaian orang yang berasumsi bahawa keberadaan Islam di Indonesia hanya sebagai pengacak NKRI, justru kami katakan tanpa adanya Umat Islam NKRI tak akan pernah ada. Mereka bukan hanya memperjuangkan melalui coretan tinta oleh para ulama dan bambu runcing oleh para santri-santri, hubungan diplomatis dengan luar negeri juga mereka siasati. Maka lihatlah yang dilakukan Ulama kita, Syekh Khatib al-Minangkabawi yang lahir di Minangkabau 1860. Beliau menyuruh murid-muridnya untuk belajar di Mesir, selain menuntu ilmu agama dan belajar Nasionalsme dan kemudian dibawa ke Indonesia, beliau juga menyuruh muridnya melakuka diplomasi dengan negara tersebut supaya kemerdekaan Indonesia terealisasi. Para Ulama serta petinggi Mesir belum mengenal nama Indonesia, mereka hanya mengenal para pelajar dari Indonesia, Malaysia, Thailan dan Singapura sebagai pelajar Jawah. Oleh sebabnya saat merunding para ulama dan petinggi Mesir, pelajar Indonesia menyebut negaranya dengan India Timur. Dan memag sejak itu Indonesai telah dikenal negara Muslim terbesar di dunia, sehingga dorongan Mesir membantu Indonesia semakin kuat, dan pada akhrinya dibacakanlah teks Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno dan Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Sekali merdeka tetap Merdeka!!!!!!
HUT Indonesia ke 72

Kairo, 17 Agustus 2017.

You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari