Antara Indonesia, Islam, dan Kemerdekaan hakiki.
Agustus 16, 2017
Antara Indonesia, Islam, dan
Kemerdekaan hakiki.
Oleh: Ali Afifi
al-Azhary
(Mahasiswa
Universitas Al-Azhar Kairo)
Bagi umat Islam,
negara adalah komponen penting yang senantiasa harus dijaga eksistensinya.
Tanah air bukan hanya sebagai rumah tempat tinggal, Islam memandang negara sebagai
ladang dalam membibit agama Allah tanpa
pakasaan dan kekerasan. Cinta tanah air bukan lagi jargon para nasionalis buta, namun sudah menjadi darah daging dalam ajaran Islam itu sendiri. Sebut saja
Rasulullah SAW, betapa iba hati beliau saat diusir kaum Kafir Qurasy dari
negara kelahirannya Makkah, sambil megusap air matanya, Nabi bergumam “Wahai Makkah,
andai saja pendudukmu tidak mengusirku darimu, aku tak akan pergi dan tetap
bersamaamu”. Allah memerintahkan Nabi untuk berhijrah, namun kecitaannya
terhadap negara asalnya sangat kuat, sangat sulit melupakannya. Untuk menjadi
obat dari sakitnya diusir dari tanah air, Rasulullah berdoa agara supaya
kecintaannya kepada Makkah diganti dengan kecintaannya kepada negara barunya
yaitu Al-Madinah, Nabi berdoa “ Wahai Allah, berilah kepadaku rasa cinta kepada
Madinah sebagaimana kecintaanku terhadap tanah airku Makkah bahkan lebihkanlah
kecintaanku kepada Madinah”. Hal itu beliau lakukan atas kecintaannya terhadap
Tanah air Makkah, serta upaya mengobati luka berpisah dengannya.
Kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan adalah inti dari dakwah
Islam, penajajahan atas kebodohan, kemiskinan, kekafiran, dan penajajah oleh kaum kolonial. Oleh sebabnya para Ulama Nusantara bukan hanya memandang penjajahan
oleh Belanda sebagai penjajahan ekonomi, sosial maupun politk, tapi juga
penjajahan moral dan agama, sebab misi Belanda bukan hanya ingin merenggut
kekayaan Indonesia, tapi juga ingin menjadikan negara Islam terbesar di dunia
ini sebagai negara bodoh, jauh dari Allah Ta’ala. Alasan terakhir inilah
motor penggerak utama para Ulama untuk inkut andil memperjuangkan kemerdekaan,
sebab taruhannya adalah Agama dan anak cucu di masa depan.
Pernyataan ini juga sebagai bantahan untuk sebgaian orang yang berasumsi bahawa keberadaan Islam
di Indonesia hanya sebagai pengacak NKRI, justru kami katakan tanpa adanya Umat Islam NKRI tak
akan pernah ada. Mereka bukan hanya memperjuangkan melalui coretan tinta oleh
para ulama dan bambu runcing oleh para santri-santri, hubungan diplomatis
dengan luar negeri juga mereka siasati. Maka lihatlah yang dilakukan Ulama
kita, Syekh Khatib al-Minangkabawi yang lahir di Minangkabau 1860. Beliau
menyuruh murid-muridnya untuk belajar di Mesir, selain menuntu ilmu agama dan
belajar Nasionalsme dan kemudian dibawa ke Indonesia, beliau juga menyuruh muridnya
melakuka diplomasi dengan negara tersebut supaya kemerdekaan Indonesia
terealisasi. Para Ulama serta petinggi Mesir belum mengenal nama Indonesia, mereka hanya mengenal para pelajar dari Indonesia, Malaysia, Thailan dan Singapura
sebagai pelajar Jawah. Oleh sebabnya saat merunding para ulama dan petinggi Mesir,
pelajar Indonesia menyebut negaranya dengan India Timur. Dan memag sejak itu
Indonesai telah dikenal negara Muslim terbesar di dunia, sehingga dorongan
Mesir membantu Indonesia semakin kuat, dan pada akhrinya dibacakanlah teks
Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno dan Mesir adalah
negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Sekali merdeka tetap Merdeka!!!!!!
HUT Indonesia ke 72
Kairo, 17 Agustus 2017.
0 komentar