Kisah Rasulullah Masuk Gereja
Oleh: Ali Afifi
Tiga
Point Dasar
Film adalah
salahsatu wahana hiburan yang banyak digemari berbagai kalangan. Mulai dari
anak-anak, remaja, hingga orang-orang lanjut usia. Konten-konten yang dipertontonkan
pun juga beragam, ada yang sangat mendidik, ada yang samasekali tidak mendidik,
bahkan banyak sekali yang menyetakan ideolgi tersembunyi dalam fil tertentu.
Islam
samasekali tidak melarang seni, jika film adalah salahsatu bentuk peragaan dari
sebuah cerita, maka tidak ada yang salah dalam perfilman. Bahkan al-Quran sendiri banyak menggunakan
kisah-kisah umat terdahulu sebagai media mengambil ibrah dan pelajaran. Ini
point pertama.
Kedua, Islam adalah agama rahmatan lil
alamin, agama yang toleran, dan menerima pluralitas (bukan pluralisme). Mengapa
demikian? Karena Allah sendiri Yang menginginkan perbedaan ini ada, Allah tidak
mengendaki semua manusia ada dalam satu corak yang sama, mulai dari jenis, ras,
agama dan adat istadat. Maka Islam samasekali bukan agama yang radikal, atau
“agama yang mau hisup sendiri”. Namun yang dilakukan Islam adalah menyampaikan
keberan, dan kebenaran itu benar-benar absolut dan mutlak. Islam hanya
menyampaikan, kalaupun tidak mau mengikuti tidak ada paksaan dalam beregama.
Demikian juga Islam samasekali tidak anti agama lain, Islam mampu hidup
berdampingan dengan agama selain Islam, dalam bersosialisasi, berkeluarga,
bahkan berwarga Negara. Islam mengaramkan berbuat zalim kepada nn-muslim, haram
hukumnya menganggu ritual agama lain, mengahncurkan rumah agama lain dan
sebagainya. Contohnya saja Rasulllah Saw saat di Madinah, diceritakan belaiu
meninggal sedangkan baju perangnya digadaikan kepada seorang Yahudi. Dan banyak
lagi cerita sosialisasi Rasulullah dengan non-Muslim. Namun yang Islam tolak
adalah pencampuradukan keyakinan, kalau akidah dan agama dicampuradukkan, lalu
dimana letak kesakralannya. Maka dalam perihal agama, Islam memilki prinsip,
“Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”.
Kemudian
point ke tiga, Kita di Indonesia mengena istilah Santri. Santri sangat
identic dengan pelaar agama, ya, santri adalah pelajar yang mengeyam pendidikan
di lembaga agama yang disebut dengan Pesantren. Jadi kita titik beratkan,
santri adalah pelajar agama, dan pelajar agama tugasnya meaga dan mengamakan
agama, bukan berpacaran atau mengantar tupeng ke gereja.
Dari tiga
point di atas, penulis ingin mengurai masalah yang sedang viral di media
sosial, tersebarnya sebuah film yang menayangkan kehidupan “seorang santri”,
yang menurut para santri asli, film itu samasekali bukan film santri, karena
tidak ada kegiatan yang diajarkan dan dilakukan seperti di pesantren nyata.
Mulai dari santriwan-santriwati berjalan bergandengan, bebas keluar beracaran,
berduaan di hutan, dan membawa tumpeng ke dalam gerja, sedangkan di dalamnya
sedang berlansung upacara keagamaan.
Sehingga
muncullah berbagai statement dari segala arah. Mulai dari yang pro, kotra,
setuju dan yang mempermasalahkan. Maka dalam tulisan ini penulis ingin mengurai
sesederhana mungkin, semoga menjadi bahan untuk dikaji selanjutnya.
Hukum
Masuk Gereja
Yang penulis
maksud dalam hal ini adalah umat Islam. Yakni apa hukum seorang Muslim memasuki
gereja atau rumah peribadatan agama lain?. Adapun penganut agama lain, silahkan
dirujuk sendiri referensi agamnya.
Kesempatan
kali ini, penulis hanya akan mengutip dari satu referensi saja, yaitu
Ensiklopedi Fikih Kuwait. Karena memang sangat mendadak, berikut hukum seorang
Muslim masuk gereja:
·
Ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat seorang Muslim
makruh memasuki rumah peribadatan seperti gereja dan sebagainya. Karena
tempat-tempat itu adalaha tempat berkumpulnya Syaitan.
·
Ulama Maliki dan Hambali dan sebagian ulama Syafii
boleh masuk gereja.
·
Dan sebagian Syafii dalam pendapat lain, tidak boleh
masuk gereja kecuali dengan ijin penjaga. ((Mausu’ah Fiqhiyah Quwaitiah, jilid
38 hal 155)
Hukum
berdiam di Gereja
Imam
al-Buhuti dan Imam Ibn Qudamah tentang
hukum berdiri atau berdiam , “tidak sah (tidak boleh) berdiam di dalam gereja,
rumah api (rumah sesembahan Majusi) dengan tidak ada maksud apa-apa. (Mausu’ah
Fiqhiyah Quwaitiah, jilid 38 hal 150)
Hukum
sholat di dalam geraja
Ad-Dasuqi
berpendapat makruh hukumnya sholat di dalam gerja.
Pada masa
Khalifah Umar, beliau berhasi menaklukkan Yerussalem yang merupakan rumah tiga
agama (Yahudi, Narani dan Islam). Kemudian beliau diminta oleh Patrick untuk
masuk ke dalam gereja agama Nasrani untuk melihat-lihat. Dipertengahan
kunjungannya, terdengar suara adzan sholat. Pastrick mempersilahkan untuk
sholat di dalam gereja, namun Sayyidina Umar menolak. Dalam hal ini para ulama
berbeda pendapat, ada yang mengatakan karena Umar tidak ingin suatu saat nanti
Umat Islam merebut gereja itu dengan alasan Umar pernah sholat di sana, ada
juga yang berpendapat karena memang tidak bleh sholat di gereja yang ada patung
berhalanya. Ulama ahlussunnah ada yang berpendapat, jika gerea itu terdapat
patung berhala, maka hukumnya haram. Namun jika tidak ada berhala, hukumnya
makruh ada juga yang berpendapat haram, demikian dikutip dari ceramah tokoh
Aswaja Indoenesia, KH Idrus Ramli.
Syekh
Abdul Qadir al-Jailani dan Gereja
Dalam kitab
Ghunyatu al-Talibin, jilid satu, hal 223. Syekh Abdul qadir menulis satu bab, “Apa
yang dilakukan saat melewati geraja Nasrani”.
Syekh Abdul
Qadir berkata: “Dan disunnahkan apabila melihat gereja, atau mendengar suara
trompet, gendang, (tanda peribadatan non-muslim) atau melihat perkumpulan orang
musyrik Yahudi atau Nasrani, maka disunnahkan bagi seorang muslim tersebut
mengatakan Syahadat; Sesungguhnya aku bersaksi bahwasaya tidak ada Tuhan selain
Allah, dan kita tidak menyembah kecuali kepada Allah”.
Dalam hal
ini, bagaimanapun, seorang Muslim diwajibkan menjaga akidahnya sehingga
disunnahkan mengucap sahadat dengan sekedar lewat di depan gereja. Namun dalam
teks ini samasekali tidak ada isyarat bahwa Islam tidak toleran seperti yang
dituduhkan sebagian orang.
Hukum
menjual untuk kepentingan agama selain Islam
Boehkah seorang Muslim menjual sesuatu untuk
kepentingan ritual agama orang-orang kafir? Ibn al-Hajj dalam bukunya
al-Madkhal, mengatakan: “Tidak halal bagi seorang Mulim menjual sesuatu pepada
orang Narani untuk kemaslahatan ritual agama, seperti daginng ataupun lauk pauk..
..selayaknya
bagi peguasa untuk mencegah orang Islam menjual seuatu semata-mata untuk
kepentingan ritual agama”.
Adapun
memberi makan, hadiah, sebatas untuk memberi makan, menjaga hubungan sebagai
saudara semanusia, ada yang kelaparan, dan tidak membahayakan kepda aama dan
akidah, maka tidak ada masalah. Walahua’lam.
Rasulullah
Masuk Rumah Peribadatan Yahudi
Dalam buku “Al-Kitab al-Mushannaf”, jilid 7,
terbitan darul Kutb al- ilmiah, yang ditulis oleh Imam Andulah bin Muhammad bin
Abi Syaibah, yang terkenal dengan Ibn Abi Syaibah (W. 235 H.), dalam hadis
nomor 36545, beliau menyebutkan:
Diriwayatkan
oleh Hasan al-Bashri berkata: “ Suatu kali Baginda Nabi diutus oleh Allah untuk
membawa manusia ke surga, maka suatu ketika Nabi lewat di biara Yahudi, kemudian
beliau masuk. Ketika itu orang Yahudi sedang membaca “Sifrun”, (kitab Yahudi).
Tapi saat Nabi masuk, orang-orang Yahudi menyegerakan menutup kitab mereka
kemudian bergegas keluar. Dan di sudut Sinagog, ada serang lelaki yang terlihat
hampir meniggal. Kemudian Nabi bertanya, “Mengapa mereka terburu-buru keluar?”.
Lelaki Yahudi tadi menjawab, “Mereka melakukan demikian karena engaku (wahai
Muhammad) masuk, sedangkan mereka sedang membaca sifat-sifat kenabian, dan
sifat itu adalah sifat-sifatmu. Yang menunjukkan bahwa engkau adalah seorang
Nabi. Kemudian laki-laki itu mengambil kitab itu, dan membukanya, kemudian
membacanya. Kemudian lelaki itu seketika mengucap syahadat. Kemudian lekaki
Yahudi tadi meninggal, Nabi memerintahkan untuk memandikannya dan beliau juga
mensholatinya.
Dalam riwayat ini, Nabi bukan datang untuk
mendatangi atau menghadiri ritual agama selain Islam. Melainkan Allah ingin
menegaskan, melalui perbuatan dan kisah Nabi, bahwa sebenarnya Yahudi telah
berbuat dusta atas agama merek sendiri, dan bahwasanya Nabi diutus dengan
kebenaran. Demikian yang disimpulkan oleh KH. Abdul Qoyyum Mashur Lasem.
Lalu
bagaimana hukum mengantarkan “tumpeng” ke dalam gereja, saat ada ritual
periadatan?. Tentu hal itu adalah perkara yang tidak dibenarkan apalagi
direkomendasikan. Terlabih lagi yang melakukan adalah santri. KH Idrus Ramli
menjelaskan, hukum memberi makanan memang boleh, kepada Muslim atau Kafir,
namun dalam film tersebut mengapa saat ada upacara agama? Apakah ada yang
kelaparan di dalamnya? Apakah panitia tidak menyediakan makan berat sehingga
harus orang Islam, dan mengapa harus santri yang seharusnya disibukkan dengan
mengaji dan beribadah di peasantren?.
Diriwayatkan
dari Imam al-Baihaqi, dari Umar bin Khattab ra. Beliau berkata: “Janganlah
kalian belajar mantra-mantra orang-orang (kafir) ajam. Dan jangan masuk atau
menghadiri perayaan orang-orang musyrik dalam gereja mereka, karena murka Allah
turun kepda mereka.” (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaitiyah, jilid 12 hal 8).
terakhir, dalam rangka perayaan hari santri nasional, penulis ingin mengutip definisi Santri menurut Kyai Hasani Nawawi dari Pondok Pesantren Sidogiri:
"Santri berdasarkan peninjauan tindakan langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada al-Quran dan mengikuti Sunnah Rasulullah saw. serta teguh pendirian. ini adalah arti berdasarkan ejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan siubah selama-lamanya. Allah Maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya. "
Selamat Hari Santri
"Santri berdasarkan peninjauan tindakan langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada al-Quran dan mengikuti Sunnah Rasulullah saw. serta teguh pendirian. ini adalah arti berdasarkan ejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan siubah selama-lamanya. Allah Maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya. "
Selamat Hari Santri
Wallahua’lam
bisshawab
Kairo, 22 Oktober 2019