Kisah Rasulullah Masuk Gereja

Oktober 21, 2019



Kisah Rasulullah Masuk Gereja
Oleh: Ali Afifi


Tiga Point Dasar
Film adalah salahsatu wahana hiburan yang banyak digemari berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang-orang lanjut usia. Konten-konten yang dipertontonkan pun juga beragam, ada yang sangat mendidik, ada yang samasekali tidak mendidik, bahkan banyak sekali yang menyetakan ideolgi tersembunyi dalam fil tertentu.

Islam samasekali tidak melarang seni, jika film adalah salahsatu bentuk peragaan dari sebuah cerita, maka tidak ada yang salah dalam perfilman.  Bahkan al-Quran sendiri banyak menggunakan kisah-kisah umat terdahulu sebagai media mengambil ibrah dan pelajaran. Ini point pertama.

Kedua, Islam adalah agama rahmatan lil alamin, agama yang toleran, dan menerima pluralitas (bukan pluralisme). Mengapa demikian? Karena Allah sendiri Yang menginginkan perbedaan ini ada, Allah tidak mengendaki semua manusia ada dalam satu corak yang sama, mulai dari jenis, ras, agama dan adat istadat. Maka Islam samasekali bukan agama yang radikal, atau “agama yang mau hisup sendiri”. Namun yang dilakukan Islam adalah menyampaikan keberan, dan kebenaran itu benar-benar absolut dan mutlak. Islam hanya menyampaikan, kalaupun tidak mau mengikuti tidak ada paksaan dalam beregama. Demikian juga Islam samasekali tidak anti agama lain, Islam mampu hidup berdampingan dengan agama selain Islam, dalam bersosialisasi, berkeluarga, bahkan berwarga Negara. Islam mengaramkan berbuat zalim kepada nn-muslim, haram hukumnya menganggu ritual agama lain, mengahncurkan rumah agama lain dan sebagainya. Contohnya saja Rasulllah Saw saat di Madinah, diceritakan belaiu meninggal sedangkan baju perangnya digadaikan kepada seorang Yahudi. Dan banyak lagi cerita sosialisasi Rasulullah dengan non-Muslim. Namun yang Islam tolak adalah pencampuradukan keyakinan, kalau akidah dan agama dicampuradukkan, lalu dimana letak kesakralannya. Maka dalam perihal agama, Islam memilki prinsip, “Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku”.

Kemudian point ke tiga, Kita di Indonesia mengena istilah Santri. Santri sangat identic dengan pelaar agama, ya, santri adalah pelajar yang mengeyam pendidikan di lembaga agama yang disebut dengan Pesantren. Jadi kita titik beratkan, santri adalah pelajar agama, dan pelajar agama tugasnya meaga dan mengamakan agama, bukan berpacaran atau mengantar tupeng ke gereja.
Dari tiga point di atas, penulis ingin mengurai masalah yang sedang viral di media sosial, tersebarnya sebuah film yang menayangkan kehidupan “seorang santri”, yang menurut para santri asli, film itu samasekali bukan film santri, karena tidak ada kegiatan yang diajarkan dan dilakukan seperti di pesantren nyata. Mulai dari santriwan-santriwati berjalan bergandengan, bebas keluar beracaran, berduaan di hutan, dan membawa tumpeng ke dalam gerja, sedangkan di dalamnya sedang berlansung upacara keagamaan.

Sehingga muncullah berbagai statement dari segala arah. Mulai dari yang pro, kotra, setuju dan yang mempermasalahkan. Maka dalam tulisan ini penulis ingin mengurai sesederhana mungkin, semoga menjadi bahan untuk dikaji selanjutnya.


Hukum Masuk Gereja

Yang penulis maksud dalam hal ini adalah umat Islam. Yakni apa hukum seorang Muslim memasuki gereja atau rumah peribadatan agama lain?. Adapun penganut agama lain, silahkan dirujuk sendiri referensi agamnya.
Kesempatan kali ini, penulis hanya akan mengutip dari satu referensi saja, yaitu Ensiklopedi Fikih Kuwait. Karena memang sangat mendadak, berikut hukum seorang Muslim masuk gereja:
·        Ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat seorang Muslim makruh memasuki rumah peribadatan seperti gereja dan sebagainya. Karena tempat-tempat itu adalaha tempat berkumpulnya Syaitan.
·        Ulama Maliki dan Hambali dan sebagian ulama Syafii boleh masuk gereja.
·        Dan sebagian Syafii dalam pendapat lain, tidak boleh masuk gereja kecuali dengan ijin penjaga. ((Mausu’ah Fiqhiyah Quwaitiah, jilid 38 hal 155)


Hukum berdiam di Gereja

Imam al-Buhuti dan  Imam Ibn Qudamah tentang hukum berdiri atau berdiam , “tidak sah (tidak boleh) berdiam di dalam gereja, rumah api (rumah sesembahan Majusi) dengan tidak ada maksud apa-apa. (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaitiah, jilid 38 hal 150)


Hukum sholat di dalam geraja

Ad-Dasuqi berpendapat makruh hukumnya sholat di dalam gerja.
Pada masa Khalifah Umar, beliau berhasi menaklukkan Yerussalem yang merupakan rumah tiga agama (Yahudi, Narani dan Islam). Kemudian beliau diminta oleh Patrick untuk masuk ke dalam gereja agama Nasrani untuk melihat-lihat. Dipertengahan kunjungannya, terdengar suara adzan sholat. Pastrick mempersilahkan untuk sholat di dalam gereja, namun Sayyidina Umar menolak. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan karena Umar tidak ingin suatu saat nanti Umat Islam merebut gereja itu dengan alasan Umar pernah sholat di sana, ada juga yang berpendapat karena memang tidak bleh sholat di gereja yang ada patung berhalanya. Ulama ahlussunnah ada yang berpendapat, jika gerea itu terdapat patung berhala, maka hukumnya haram. Namun jika tidak ada berhala, hukumnya makruh ada juga yang berpendapat haram, demikian dikutip dari ceramah tokoh Aswaja Indoenesia, KH Idrus Ramli. 


Syekh Abdul Qadir al-Jailani dan Gereja

Dalam kitab Ghunyatu al-Talibin, jilid satu, hal 223. Syekh Abdul qadir menulis satu bab, “Apa yang dilakukan saat melewati geraja Nasrani”.
Syekh Abdul Qadir berkata: “Dan disunnahkan apabila melihat gereja, atau mendengar suara trompet, gendang, (tanda peribadatan non-muslim) atau melihat perkumpulan orang musyrik Yahudi atau Nasrani, maka disunnahkan bagi seorang muslim tersebut mengatakan Syahadat; Sesungguhnya aku bersaksi bahwasaya tidak ada Tuhan selain Allah, dan kita tidak menyembah kecuali kepada Allah”.

Dalam hal ini, bagaimanapun, seorang Muslim diwajibkan menjaga akidahnya sehingga disunnahkan mengucap sahadat dengan sekedar lewat di depan gereja. Namun dalam teks ini samasekali tidak ada isyarat bahwa Islam tidak toleran seperti yang dituduhkan sebagian orang.


Hukum menjual untuk kepentingan agama selain Islam

 Boehkah seorang Muslim menjual sesuatu untuk kepentingan ritual agama orang-orang kafir? Ibn al-Hajj dalam bukunya al-Madkhal, mengatakan: “Tidak halal bagi seorang Mulim menjual sesuatu pepada orang Narani untuk kemaslahatan ritual agama, seperti daginng ataupun lauk pauk..
..selayaknya bagi peguasa untuk mencegah orang Islam menjual seuatu semata-mata untuk kepentingan ritual agama”.

Adapun memberi makan, hadiah, sebatas untuk memberi makan, menjaga hubungan sebagai saudara semanusia, ada yang kelaparan, dan tidak membahayakan kepda aama dan akidah, maka tidak ada masalah. Walahua’lam.


Rasulullah Masuk Rumah Peribadatan Yahudi

 Dalam buku “Al-Kitab al-Mushannaf”, jilid 7, terbitan darul Kutb al- ilmiah, yang ditulis oleh Imam Andulah bin Muhammad bin Abi Syaibah, yang terkenal dengan Ibn Abi Syaibah (W. 235 H.), dalam hadis nomor 36545,  beliau menyebutkan:

Diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri berkata: “ Suatu kali Baginda Nabi diutus oleh Allah untuk membawa manusia ke surga, maka suatu ketika Nabi lewat di biara Yahudi, kemudian beliau masuk. Ketika itu orang Yahudi sedang membaca “Sifrun”, (kitab Yahudi). Tapi saat Nabi masuk, orang-orang Yahudi menyegerakan menutup kitab mereka kemudian bergegas keluar. Dan di sudut Sinagog, ada serang lelaki yang terlihat hampir meniggal. Kemudian Nabi bertanya, “Mengapa mereka terburu-buru keluar?”. Lelaki Yahudi tadi menjawab, “Mereka melakukan demikian karena engaku (wahai Muhammad) masuk, sedangkan mereka sedang membaca sifat-sifat kenabian, dan sifat itu adalah sifat-sifatmu. Yang menunjukkan bahwa engkau adalah seorang Nabi. Kemudian laki-laki itu mengambil kitab itu, dan membukanya, kemudian membacanya. Kemudian lelaki itu seketika mengucap syahadat. Kemudian lekaki Yahudi tadi meninggal, Nabi memerintahkan untuk memandikannya dan beliau juga mensholatinya.

 Dalam riwayat ini, Nabi bukan datang untuk mendatangi atau menghadiri ritual agama selain Islam. Melainkan Allah ingin menegaskan, melalui perbuatan dan kisah Nabi, bahwa sebenarnya Yahudi telah berbuat dusta atas agama merek sendiri, dan bahwasanya Nabi diutus dengan kebenaran. Demikian yang disimpulkan oleh KH. Abdul Qoyyum Mashur Lasem.

Lalu bagaimana hukum mengantarkan “tumpeng” ke dalam gereja, saat ada ritual periadatan?. Tentu hal itu adalah perkara yang tidak dibenarkan apalagi direkomendasikan. Terlabih lagi yang melakukan adalah santri. KH Idrus Ramli menjelaskan, hukum memberi makanan memang boleh, kepada Muslim atau Kafir, namun dalam film tersebut mengapa saat ada upacara agama? Apakah ada yang kelaparan di dalamnya? Apakah panitia tidak menyediakan makan berat sehingga harus orang Islam, dan mengapa harus santri yang seharusnya disibukkan dengan mengaji dan beribadah di peasantren?.

Diriwayatkan dari Imam al-Baihaqi, dari Umar bin Khattab ra. Beliau berkata: “Janganlah kalian belajar mantra-mantra orang-orang (kafir) ajam. Dan jangan masuk atau menghadiri perayaan orang-orang musyrik dalam gereja mereka, karena murka Allah turun kepda mereka.” (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaitiyah, jilid 12 hal 8).

terakhir, dalam rangka perayaan hari santri nasional, penulis ingin mengutip definisi Santri menurut Kyai Hasani Nawawi dari Pondok Pesantren Sidogiri:

"Santri berdasarkan peninjauan tindakan langkahnya, adalah orang yang berpegang teguh pada al-Quran dan mengikuti Sunnah Rasulullah saw. serta teguh pendirian. ini adalah arti berdasarkan ejarah dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan siubah selama-lamanya. Allah Maha mengetahui atas kebenaran sesuatu dan kenyataannya. "

Selamat Hari Santri

Wallahua’lam bisshawab
Kairo, 22 Oktober 2019


You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari