Penerapan Syariah di Indonesia?

Juli 19, 2020


Penerapan Syariah di Indonesia? 
Mari kita terapkan bersama.. 

Pembahasan yang sangat kompleks ini, sebisa mungkin akan saya tulis sangat sederhana, dengan bahasa yang mudah dipahami. Semoga saja tulisan super singkat ini menyatukan umat Islam. Agar tidak ada lagi saling tuduh radikal, atau terlalu mudah memvonis orang lain anti Islam. 

Pertama, bagaimanapun dan kapanpun, menerapkan syariah adalah kewajiban umat Islam, sekali lagi umat Islam. Dan perkataan sebagian orang: “Saya menolak Syariat Islam” adalah perkataan yang berbahaya lagi berdosa. Demikian juga mengkafirkan sistem pemerintahan seperti yang ada di Indonesia, atau negara muslim lainnya, dengan alasan negara tersebut tidak menerapkan hudud (rajam, potong tangan, qadzf dll), juga merupakan tindakan yang berlebihan, dan berbahaya. 

Kedua, untuk mereka yang “katanya” memperjuangkan syariat, semoga niat itu ikhlas. Saya juga apresiasi semangat itu, tapi agama ini adalah ilmu, tidak cukup semangat yang kuat. Melihat tindakan dan pemahaman sebagai kelompok tentang syariat perlu dikaji ulang. Kemudian untuk yang terang-terangan menolak syariat, semoga maksudnya bukan menolak, karena menolak Syariat hukumnya kafir. Adapun beragumentasi dengan tindakan Khalifah Umar dalam sebuah era paceklik tidak menerapkan potong tangan, sebagai alasan menolak Syariat, argumentasi ini salah sasaran, juga perlu dikaji ulang. 

***

Baik, kita semua ingin menerapkan syariat, tapi pertanyaannya: Apa itu syariat? 

Sebagian orang menjawab, syariat adalah (rajam, potong tangan, qadzf, qishas dll). Sayang sekali jawaban itu salah, karena yang ia sebutkan adalah “sebagian kecil” dari syariat. Sedangkan syariat Allah itu mencakup peraturan yang mengatur hubungan manusia dg Allah dan makhluk. Jadi syariat ada yang berkaitan dengan ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, dan bersyahadat. Ada juga yang berkaitan dg muamalat, termasuk transaksi keuangan, jual beli, juga muamalat kemanusiaan sesama muslim, atau dg non-muslim. Termasuk syariat juga perkara akhlak, etika, hingga makan dengan tangan kanan, bertuturkata sopan, tidak mencaci sesama muslim, tidak seranpangan memvonis orang lain, taat kepada orang tua. Semua yang diajarkan oleh Islam itulah syariat. Saya rasa hampir semua syariat ini sudah diterapkan di kehidupan kita sehari-hari, tinggal kita introspeksi diri, apalah kita dan keluarga sudah menerapkan syariat?. 

Baik, ada juga syariat ‘Uqubat’, atau syariat yang berupa hukuman. Dalam syariat Islam ada dua model hukuman. Pertama hukuman yang ditentukan, seperti zina dg rajam, membunuh dg qishas, menuduh zina dg qadzf, meminum khomr dg had, dan hukuman berat untuk perampok. Inilah yang dinamakan Hudud. 

Kedua hukuman yang tidak ditentukan, seperti hukuman mencaci orang lain, suap/sogok, tidak patuh peraturan pemimpin, penipuan jual beli, dll. Semua hukuman ini diberikan kewenangan ‘oleh agama’ kepada para hakim dan pemerintah setempat, entah dengan denda, penjara, atau yang lainnya. Hukuman inilah yang disebut dengan (ta'dzir/ta’dib) . Di mana ada maslahat (kebaikan) maka di sana lah ada syariat Islam. Jadi menaati polisi dalam lalu lintas, membayar pajak, mematuhi prosedur negara juga syariat Islam. Karena itu semua adalah kemaslahatan untuk masyarakat juga umat Islam. 
***

Dalam al-Quran yang berkaitan dengan “ayatul Ahkam” (ayat-ayat hukum), hanya ada 550-an ayat dari 6236 ayat al-Quran secara keseluruhan. Sedangkan Ayat-ayat hudud (hukuman) tidak lebih dari 10 ayat saja. Kurang lebih ayat hudud hanya 0,2 % dari ayat-ayat syariat yang lain. Pun hadis Nabi Saw, yang berkaitan dg hukum hanya sekitar 1800-an hadis, dari jutaan riwayat hadis Nabi, dan yang berkaitan dg hudud hanya bebrapa persen. 

Yang ingin saya tekanan di sini bukan prosentase, atau sedikit banyaknya dalil syariat Islam. Tapi supaya kita semua sadar bahwa (Ayat Hudud) bukanlah syariat Islam secara keseluruhan, tapi sebagian. Agar tidak mudah mengkafirkan sebuah negara, atau tidak melupakan syariat lain yang sifatnya pribadi seperti sholat, menutup aurat, membayar zakat, berbuat adil, jujur, menuntut ilmu, memberi nafkah dll.  

Kendati ayat hudud sangat sedikit, menerapkannnya tetap wajib hukumnya bagi pemerintah. Jika tidak menerapkannya maka yang berdosa adalah pemerintah. Karena hudud disyariatkan tidak lain untuk menjaga masyarakat dan keamanan setempat. Bukan ‘tindakan kekerasan' seperti yang dituduhkan orang sekuler. Banyak sekali hukuman buatan manusia yang justru ‘lebih kejam’ dari syariat Islam. 

Kemudian, semua kesalahan yang dianggap merenceng menurut syariat, seperti zina, narkoba, membunuh, mencuri, menuduh orang lain berzina, bukankah itu semua secara naluri dan HAM berupa kesalahan? Berupa tindakan kriminal? 
Artinya kalaupun mereka meletakkan hukuman dan syariat Islam itu di undang-undnag negara, samasekali tidak merugikan pemerintah. Sekali lagi samasekali tidak merugikan. 

Namun begini, kita harus tahu filosofi hudud tidaklah lain untuk mencegah terjadinya semua tindakan kriminal. Kita perhatikan, kenapa pelaksanaan hukum had atau rajam dilakukan di hari jumat seusai solat, supaya semua orang melihat dan takut, agar tidak melakukan hal yang sama. 
Mengapa hudud bukan bermaksud menyiksa, tapi mendidik? Sebab syariat, selain memerintahkan menerapkan hudud, dalam waktu bersamaan ia memberi syarat yang sulit dipenuhi. 

Kita ambil contoh zina. Pertama yang dirajam adalah orang yang sudah menikah secara sah. Kedua harus ada 4 saksi yang adil, dan melihat dg mata kepala dua alat kelamin bertemu, ketiga ke 4 orang tadi harus melihat dengan sangat jelas secara bersamaan, bukan satu orang melihat kemudian mengajak orang lain. Keempat, Nabi memerintahkan bagi siapa yang melihat kejadian itu untuk diam, dan tidak melaporkan. Kelima, bagi pelaku untuk bertobat kepada Allah dan tidak mengumbar, insyaallah Allah Maha Pengampun. Dan masih banyak lagi syaratnya..  

 Ada data unik, karena kesulitan syarat diperlukan rajam ini, sejak zaman Nabi hingga saat ini tidak pernah terjadi rajam yang memenuhi syarat di atas. Bahkan yang ada hanya pengakuan pelaku karena ia ingin bertaubat. 

Nabi Muhammad sendiri melarang menerapkan hudud selama masih ada Syubhat, apalagi di zaman kita yang penuh dg hoax, kebohongan, minimnya orang yang memenuhi syarat sebagai saksi, bagaimana mungkin hudud akan diterapkan? Ditambah lagi banyak yang tidak memahami syariat secara benar, apalagi hudud!! 

Inilah alasan Mufti Mesir, Gurunda Syekh Ali Jum’ah, mengapa Mesir sebagai negara Islam, tidak menerapkan hudud? Jawabannya karena zaman ini banyak sekali Syubhat (hoax) dan sulitnya membedakan kabar benar dan bohong. Bahkan selama ribuan tahun Mesir menjadikan hukum Islam sebagai hukum tertinggi, belum pernah merajam dan memotong tangan. Karena sulitnya syarat yang ditetapkan syariah. Mungkin ini maksud pernyataan ulama, bahwa 'hukum hudud diturunkan untuk tidak diterapkan'. 

Syekh Said Ramadhan al-Buthi pernah memberi solusi pamunggkas untuk menerapkan semua syariat Islam. Yaitu dengan memulai dari hati dan dari bawah (masyarakat bawah bukan pemerintahan). Maksudnya agar setiap kita bertakwa kepada Allah, memperbaiki hati untuk selalu menghadirkan Allah, mendekatkan diri kepada-Nya, melaksanakan semua kewajiban, memahami agama dan memahamkan orang lain agama ini secara benar. Insyallah, secara otomatis semua syariat akan terterapkan tanpa demo, juga tanpa berbuat kekerasan. Bahkan, bagi anda yang ingin menegakkan Khilafah, lakukan ini juga, insyaallah Sang Khalifah akan kembali dengan sendirinya tanpa harus diusahakan. 

Syekh Abbas Syouman, wakil Syekh Al-Azhar pernah berkata: Salah kaprah jika dikatakan bahwa penerapan "hudud" akan mengembalikan kejayaan umat Islam sebagaimana sedia kala di zaman Nabi, atau orang-orang Islam akan otomatis menjadi orang solih, zuhud, dan wara seperti Sahabat dan para tabiin. Karena beliau-beliau tidak melakukan kemungkaran bukan atas dasar takut adanya hukuman hudud dalam islam, melainkan mereka meninggalkan hal itu atas dasar taqwa dan takut kepada Allah Swt, serta kepahaman tentang agama yang mapan, benar serta mematuhinya sepenuh hati. Mereka akan tetap demikian, ada ataupun tidak ada hukum hudud".  

Intinya, syariat Islam adalah ilmu. Menerapkannya juga menggunakan ilmu. Menolaknya adalah perbuatan dosa, mengamalkannya tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Semoga Islam semakin jaya, umat islam bersatu, itu saja. 

Semoga bermanfaat 

Ali Afifi Al-Azhari 
Al-Azhar as-Syarif Kairo 
20 Juli 2020


You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari