Selesaikan Dulu Kewajiban Kita

Agustus 04, 2020

Selesaikan Dulu Kewajiban Kita 

Ada seorang kawan mengeluh tentang sulitnya diktat kuliah di Al-Azhar. Kebetulan dia jurusan Syariah Islamiyah, yang ketika itu membaca materi 'Fikih Muqorin' (Fikih Perbandingan 8 Mazhab atau lebih) 

Ia merasa, membahas perbedaan mazhab  levelnya terlalu tinggi baginya: 
"Belajar fikih Syafii saja saya belum selesai, bagaimana mempelajari perdebatan semua mazhab?" ujarnya. 

Ia tidak pernah belajar di pesantren, tidak belajar kitab turats. Bahkan kitab Safina dan Yaqut Nafis atau Muqoddimah Hadramiyah dan Fathul Qarib belum pernah dengar. 

Saya bahagia masih ada yang 'sadar'  dengan hal ini. Itu artinya dia merasa metode belajar yang ditempuh kurang tepat juga masih rapuh. 
***

Seru memang, mempelajari, menulis atau membahas tema yang menuai banyak perdebatan apalagi viral di media sosial. Karena akan terlihat hebat, seperti sangat ahli, dan kritis.
Banyak akhir-akhir ini yang menulis problematika Aqidah: (Perbedaan Asya'irah dan Salafiyah) (Tafwidh-Ta'wil-Istbath) (Musyabbihah-Asya'irah-Mu'tazilah) atau permasalahan fikih (menurut Hanafi begini, Maliki begini, Syafii begini, Hambali begini). 
Jika yang menulis atau yang menjelaskan adalah seorang yang sudah ahli, minimal ia mempelajari disiplin ilmu tersebut dari buku dasar (matan) lalu 'syarah' lalu 'hasyiah' , hal itu sangat bermanfaat. Sisi positifnya,  semakin banyak pendapat yang dipelajari, logikanya akan terlatih, pandangannya akan luas dan ia akan semakin lincah membangun argumentasi. 

Namun jika yang berbicara perdebatan itu belum memiliki pondasi ilmiah yang kuat, apalagi bukan spesialisnya, ia akan menjadi orang yang fasiq, kecanduan berdebat dan suka membahas titik-titik perbedaan dengan tujuan ingin mengalahkan lawan kelompoknya. Di waktu yang sama, basic ilmu tersebut ia tak memiliki. Ibarat sebuah bangunan, ia sibuk menghias tembok, sibuk membuat pagar, padahal bangunannya  tanpa pondasi. Sekali didorong bangunan akan roboh. 
***

Pasca UAS dan UIR melakukan dialog, dan berbicara tentang Sifat Khabariyah,  terutama tema  (Apakah Allah bertempat dan Sifat Istiwa) banyak bermunculan komentator 'sohafi' (Netizen) terkait tema yang sangat sakral ini. 

Padahal belum tahu apa itu (Hukum Aqli) (Sifat Nafsiah-Sifat Salbiyah-Sifat Ma'ani-Sifat Ma'nawiah) (Ta'alluq Soluhi Qadim-Tanjizi Qadim-Tanjizi Hadist). Ini yang sangat dasar, apalagi nanti masuk ke istilah Ilmu Kalam seperti (Jauhar-'Aradh-Badihi-Burhan) istilah ilmu Mantiq (Mufradh-Murakkab-Dharuri-Nadzari) atau ilmu Maqulat (Ain-Kaif-Mata-Kamm-Fiil-Infial dll).  Atau ilmu Wad'i (Haqiqah-Majaz-Syakhsi-Nau'i dll).  Dan masih banyak lagi ilmu pengantar yang harus dipelajari. 
***

Demikian juga maraknya orang yang bertanya (Mana dalilnya?)  sedangkan saat ditanya apa itu dalil, ia menjawab (Al-Quran dan Sunnah) lucu bukan. Atau tidak bisa membedakan apa itu (Ahad-Mutawatir-Hasan lighairihi-Sohih ligharihi). 

Fenomena netizen banyak yang lihai menyebutkan perbedaan mazhab, namun masih belum bisa membedakan antara (Syarat Wajib dan Syarat Sah Solat) dalam mazhabnya. Dan lebih parah lagi, seseorang yang mengatakan (Ikut Nabi atau ikut Syafii? ). Atau (Orang Indonesia bermazhab Syafiiah bukan Syafii) padahal belum bisa membedakan (Mujtahid mutlak-mujtahid fil mazhab-muqallid dll) ...
***

Secara garis besar ada dua tingkatan dalam belajar, pertama membangun pondasi keilmuan.  Yaitu mempelajari ilmu alat (Nahwu-Sharraf-Balaghah-Wadho'-Mantiq-Ushul Fikih dll). Barulah masuk ke ilmu dasar seperti matan akidah, matan fikih, matan ilmu tafsir, ilmu hadist dll. Kemudian masuk ke Syarah dan Hasyiah)  

Dan tingkatan kedua barulah boleh masuk ke ranah lebih luas yaitu perbandingan-perbedaan dan perdebatan hingga menjawab Syubuhat.

 Butuh waktu yang sangat panjang memang, serta perlu kesabaran. Tidak cukup membaca buku terjemahan, membaca satu-dua artikel atau 5-10 menit video pendek. Karena agama ini harus dibawa dengan amanah serta jerih payah. Akan kemurniannya tetap terjaga. 

Jika kewajiban yang harus ia ketahui dalam Akidah maupun fikih sudah selesai, silahkan masuk ke perbandingan dan perdebatan. Jika tidak, yang terjadi adalah kesesatan di mana-mana. Debat nyinyir dan saling mencaci merajalela. Perdebatan tanpa 'tahrir mahal niza' menjadi kebiasaan, dan tidak akan ada titik temu selamanya. 
Jadi mari selesaikan kewajiban dahulu.. 


Ali Afifi Al-Azhari 
Darrasah-Kairo 4 Agustus 2020


You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari