Turats dan Kemunduran Umat

Agustus 15, 2020

 

Kitab Ulama Turats dan kemunduran Umat Islam



Ada seorang datang kepada Abu 'Ala' al-Ma'arri, sang penyair filosof mengatakan:

لم تقول ما لا نفهم؟
(Kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak bisa kita pahami?)
Beliau menjawab:

لم لا تفهم ما يقال..
(kenapa kamu tidak paham perkataanku..)

Cerita hampir sama dengan guru kami. Seusai pengajian kepada seorang Syekh, ada seorang yang bertanya kepada beliau begini: "Syekh kenapa bahasa kitab turats sangat sulit dipahami, yang membuat kita kebingungan. Bahkan dalam pembahasan kecil saja mereka mengulasnya berbelit-belit."

Syekh kami menjawab: "Kesalahan ada pada diri kamu karena lemahnya pemahamanmu, bukan pada kitab turats. Ulama terdahulu memilih bahasa sangat berhati-hati, dan penuh filosofi. Maka wajar jika kitab kecil ulama turats, bisa di Syarah hingga Hasyiah bahkan Hasyiah dari Hasyiah.".

Guru kami, Syekh Muhammad Abu Musa (Syaikhul Balaghiyyin) setiap kali mengampu pelajaran Dalail I'jaz karya Imam Abdul Qadir al-Jurjani, beliau selalu menguraikan rahasia dibalik kalam ulama kata perkata, misal (اعلم أنه...) beliau akan bilang begini, "Jika ulama mengatakan "I'lam" berarti hal yang akan disampaikan adalah hal yang tidak seharusnya sukar, namun ulama menggunakan uslub demikian karena dianggap orang yang dihadapannya mulai melupakan hal yang seharusnya ia ketahui".
Atau kalimat (وقد اتفق العقلاء أنه...) beliau biasanya bilang, "Artinya jika tidak mengetahui hal yang akan disampaikan, ia telah keluar dari golongan orang yang berakal". Dan seterusnya. Syekh Abu Musa sering kali mengatakan kepada kami kenapa kalam ulama turast harus dibahas kata perkata, sebab beberapa kalimat saja dari kalam ulama turast adalah hasil jerih payah berfikir yang sangat mendalam, satu kalimat saja dari mereka bisa menjadi satu disiplin ilmu atau satu disertasi Doktoral.

Bebrapa hari lalu kami mengaji Syarah Aqidah Tahawiyah kepada seorang ulama Al Azhar yang bermazhab Maturidi. Membahas separuh Basmalah saja, menghabiskan waktu hampir satu jam.
بسم الله...
Beliau membahas huruf Ba' menurut ulama Nahwu, balagah, hingga Ushul. Kemudian menyebutkan mana-makna huruf Ba' mulai dari ilsaq, qasam, musahabah, littabid dll. Ada sekitar 15 makna. Kemudian membahas kalimat (Ism), apa asal katanya, kemudian apakah sebuah nama adalah 'ain musamma, bagaimana perdebatan dalam ilmu kalam tentang sebuah nama. Kemudian masuk ke pembahasan bersumpah dengan sebuah nama, kenapa dengan nama Allah, tidak dengan Allah langsung. Barulah masuk ke klasifikasi nama-nama Allah di Asma Husna. Ada yang menunjukkan Zat saja, zat dan sifat, zat dan fii'l, zat dan Idafi.
Barulah msuk ke pembahasan lafadz jalalah (Allah), yang saaangat panjang pembahasannya.
Demikianlah cara ulama membahas sebuah kitab, terlihat dari perangkat ilmu yang beliau gunakan. Mulai dari Nahwu-Sharraf-Balaghah-Wadho-mantiq-ushul, dituangkan secara mendalam dan teliti.
***
Sebagian orang menganggap Ilmu-ilmu keislaman yang dihasilkan dari pemikiran ulama turast adalah sebab kemunduran umat Islam, menurutnya sesuatu yang mudah kenapa dipersulit. Ia juga mengujat ulama turast dan ulama kalam karena ilmu inilah penyebab perpecahan umat dan banyaknya perdebatan yang tidak seharusnya diperdebatkan. Orang seperti ini bukan tidak ada pendahulunya, seperti paragraf pertama yang saya tulis, pendahulu mereka adalah seorang yang lemah akalnya. Kalau di Mesir, seorang yang menanamkan sikap benci dan kecewa kepada turast adalah Syekh Muhammad Abduh, yang disebut sebagai tanwiri atau mujaddid, kemudian diikuti oleh muridnya al-Barquqi hingga sampai kepada Taha Husain. Sikap kekecewaan kepada turast inilah cikal-bakal liberalisme dan Wahabisme (Radikalisme) atau isme lainnya muncul. Karena semua orang merasa berhak memahami agama sendiri tanpa mengikuti aturan yang dibuat oleh ulama terdahulu. Sikap keras Syekh Abduh ini direkam oleh Mahmud Syakir dalam pembukaannya untuk kitab Asrar Balagah.

Salahsatu cendikia liberal yang tidak ingin dikekang oleh turas adalah Nasr Hamid Abu Zaid, Muhammad Iqbal, Syahrur, al-Jabiri dll. Dalam Bukunya, at-Turats wal Hadatsah al-Jabiri menganggap berpegang teguh dengan Ilmu-ilmu turas adalah bentuk pengekangan kebebasan berfikir. Semua kaidah-kaidah yang harus dilewati untuk memahami agama terlalu dimonopoli oleh turas yang juga sama-sama produk akal manusia. Pernyataan ini dibantah oleh Prof Muhammad Imarah secara mendetail.

Kita juga sering menemukan semua golongan sesat di zaman modern ini, mulai dari Islam pergerakan, Islam politik, Islam Liberal, Islam radikal, Islam Wahabi. Semuanya dengan mudah mengujat turas, mengatakan mereka juga manusia seperti kita, ilmu mereka juga produk akal manusia.

Saya sendiri melihat semakin mudahnya pembahasan ilmu-ilmu dalam disiplin Islam, adalah tanda kemunduran umat Islam. Karena ketidakdetailan dalam membahas sesuatu adalah cikal-bakal pemikiran sesat itu muncul. Maka sebaliknya, masa-masa keemasan Islam adalah saat displin ilmu keislaman dibahas secara mendetail dan menjamurnya perdebatan ilmiah yang membuat akal dan logika semakin tajam dan kuat. 

Sayang sekali, di zaman kita orang-orang ingin segalanya serba instan, serba cepat, padahal yang ia pahami hanya kulit, belum masuk ke pembahasan. Namun sudah lancang mengujat ulama pendahulunya. Jadi mari mejaga turats kita..

Ali Afifi Al-Azhari
Kairo 15 Agustus 2020 

You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari