Mengkritisi Tanpa Membenci

Juni 19, 2017

Mengkritisi  Tanpa Membenci


Beberapa bulan lalu, salah seorang sahabat saya terheran saat melihat saya mencium tangan KH. Said Aqil Siraj; ketua PBNU saat beliau berkunjung ke Mesir. Rasa herannya bertambah lagi saat saya ikut mengiringi KH. Said Aqil ke rumah Sahabat beliau yang kebetulan satu apartemen dengan saya. Lantas sahabat saya bertanya :
"Ali, Antum kok hormat banget sih sama pak Said, padahal Antum banyak mengkritik pendapat beliau dalam tulisan-tulisan Antum.?"
Kemudian saya balik bertanya, "Apakah mengkritik tanda kebencian?" . "Bukan", Jawabnya singkat.
Lalu saya melanjutkan ,"Bagi saya, mengkritisi dan beretika adalah dua hal yang berbeda, apalagi yang saya kritik adalah ketua PBNU, kalau mengkritik dianggap tak beretika maka manusia yang paling tak beretika kepada gurunya adalah Imam as-Syafi'i. Sebab beliau menulis satu sub judul dalam bukunya al-Um 'Kitab fi iktilafu syafi'i wa Malik' (Pembahasan tentang perbedaan Syafii dan Malik). Sedangkan kita sudah tahu sendiri betapa besar kebanggan Imam Malik terhadap Imam Syafii. Imam Malik pernah berkata "Aku lebih bangga memilki murid seperti Syafii daripada 1000 murid bukan Syafii".
Jika berbeda dengan guru dianggap tak beretika, maka tak akan ada Mazhab al-Asy'ary. Imam Abu Hasan al-Asy'ary mengkritisi dan menyelisihi guru sekaligus ayah tirinya yaitu Abu Ali al-Juba'i, yang kala itu sebagai salah satu pembesar Mazhab Mu'tazilah. Berawal dari kritikan-lah Mazhab di atas lahir."
Saya juga merasa bingung dengan kawan yang membenci saya saat saya mengkritik senior saya sendiri di Azhar, Habib Quraish Shihab saat mengatakan Kerudung produk budaya, tidak wajib dan sebagainya. Malahan saya dituduh bukan NU, bukan Ahlussunnah dsb.
 Memamg saya tidak setuju dengan pendapat beliau, lantas apakah saya dianggap tak beretika?, apakah kritikan saya harus berbuah kebencian?. Jujur, dua minggu yang lalu saya sangat sedih tidak sempat bertemu Habib Quraish saat berkunjung ke Mesir, padahal malam harinya saya sudah bersiap menuju hotel beliau, namun Hb. Quraish sudah akan kembali ke Indoensia dan tak sempat mengantar ke bandara.
Satu lagi, seorang tokoh yang memang sangat akrab dengan kontroversial. Gus Dur, beliau memilki cara berfikir yang berbeda dari yang lainnya, sehingga sering kali tak pantas disampaikan di hadapan umum. Pendapat yang kontroversial tetap saya tolak, saya kritik, tapi saya tetap ziarah makam beliau di Jombang.
Jika ada yang bertanya "Memangnya siapa Ente, berani mengkritik Pak Said Aqil, Pak Quraish, Gus Dur?. " dengan nada meremehkan. Maka akan saya jawab, "saya adalah manusia yang dikaruniai akal untuk berfikir dan hati untuk bertadbbur. Manusia bisa salah bisa benar, karena yang tak bisa salah (ma'sum) hanya para Nabi. Jika saya yang salah, saya dapat satu pahala, jika saya yang benar saya dapat dua pahala. Demikian juga berlaku kepada Habib Quraish, K. Said, dan Gus Dur.
Saat mengritik seorang ulama, tentunya harus punya argumen yang kuat, bukan asal mengkritik. Mengkritik tidak boleh disertai kebencian kepada yang dikritik. Saya jadi teringat saat saya duduk di majlis Habib Ali al-Jufri, beliau mengatakan "Bencilah kesalahan, kekafiran, dan kefasikan. Tapi jangan kau membenci Org yang bersalah, org yang kafir, dan org yang fasiq".
Jadi tidak ada hubungan antara mengkritik dan berabmoral. Terpenting cara mengkritik harus dengan cara yang bermoral. Ilmu ini berkembang saat mentradisikan kritik dikritik. Demikianlah tradisi Ulama sebelum kita. Dan dalam hati mereka tak ada rasa benci apalagi hasud saat mengkritik dan dikritik.
Catatanku hari ini, Cairo. 17 Mei, 2017.

You Might Also Like

5 komentar

  1. Keren mas wawasannya.
    Semakin luas wawasan seseorang maka semakin luas pula dalam berpendapat.

    Kalau boleh ngasih saran, berhubung mas afi suka nulis, coba beli buku judulnya "1001 Dosa Penulis Pemula" karya Isa Alamsyah (Suami Asma Nadia)
    Buku bagus untuk tip menulis
    Soalnya pada tulisan mas afi masih bnyak "serangan aku" yg perlu di hilangkan. Ini saran bukan kritik lo ������

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih atas saran dan masukannya.
      Kalau boleh tahu, maksud "serangan aku" itu apa?

      Hapus
  2. afwan ustad.......
    maksud dari pernyataan antum "bila saya salah, maka dapat satu pahala"
    masih bisa disebut ijtihad ???

    BalasHapus
  3. Boleh mohon ust jelaskan. ..
    Syukron

    BalasHapus

aLi_afifi_alazhari