Ditinggal suami alasan nafkah, Sang Istri nikah lagi. Hukumnya?

September 25, 2017


"Tuhanku adalah Tuhanku, cintaku adalah cintaku"

Ada sebuah kisah menarik mengenai permasalahan fikih yang ditulis oleh seorang ulama bermadzhab Syafi’i. Kisah ini diambil dari kisah nyata yang menimpa seorang gadis muda di negeri Saba’ Yaman. Dia telah menikah dengan seorang pria berkebangsaan Yaman dan bermarga Bafaqirah.  Setelah mereka berdua melakukan akad nikah yang sah secara agama dan negara, Sang suami berpamit kepada Sang istri untuk merantau dengan alasan mencari nafkah keluarga. Dengan rasa berat hati, Sang istripun mengijinkan, meski hidup sendiri ditinggal seorang suami baginya sangatlah berat.
Berthun-tahun gadis itu ditinggal suaminya, nafkah lahiriah yang dijanjikan hingga kini tidak juga ia dapatkan, apalagi nafkah batin akibat ditinggal sendirian selama bertahun-tahun. Dia merasa tidak sabar, hidup tanpa suami, tanpa nafkah dalam waktu yang sangat lama.
Akhirnya gadis itu yang kini usianya tak lagi pantas dipanggil gadis, pergi bertamu kepada seorang ulama Yaman bernama Habib Abdurrahman al-Masyhur, yang ketika itu dianggap paling paham dengan permasalahan agama. Dia menceritakan segala keluannya kepada Habib,  respon Habib sangat baik sekaligus senada dengan apa yang sebenarnya diinginkan oleh Si wanita itu. Habib menyuruhnya untuk pergi kepada hakim, dan meminta untuk mem-Fasakh akad nikah lamanya, dan kemudian menikah dengan pria lain yang lebih bertanggungjawab. Maka datanglah seorang lelaki bernama Abud ba-Dubba’ untuk menikahinya dan menjadi suami barunya.
Wanita itu hidup bahagia bersama suami barunya, nafkah lahir batinnya kini terpenuhi dengan sangat baik. Pada suatu hari, tiba-tiba ada seorang pria asing mengetuk pintu ruamhnya, wajahnya tidak bergitu asing, dan ternyata lelaki itu adalah suaminya yang dulu pernah menikahinya namun pergi tanpa meninggalkan jejak. Suami lamanya terlihat marah, melihat istrinya bersama laki-laki lain. Wanita itu telah menjelaskan bahwa dia bukan lagi istri sahnya, sebab dia juga sudah di-fasakh  secara sah. Spontan lelaki itu terdiam, mengakui kesalahannya dan meninggalkan mantan istrinya hudup bahagia bersama pria yang lebih bertanggungjawab.

Kajadian ini didengar oleh warga setempat, wanita itu menjadi bahan pembicaraan yang kurang baik. Suatu hari si wanita sedang mengambil air minum di kediaman Habib Abdullah Alydrus, di sana ada seorang pemuda yang kebetulan sedang lewat, pemuda itu bertaya kepda si wanita tetang apa yang sedang ramai dibicarakan, namun dengan maksud mengejek, “Bagaimana kau meminta fasakh suamimu?”. Si Wanita menawab, “Aku melakukannya dengan sah secara agama yang dibawa Muhammad Saw”. Kejadian itu didengar oleh Habib Abdullah Alydrus, kemudian beliau melarang pemuda itu mengejeknya.
Pun demikian, kabar semakin meluas di kalangan masyarakat. Semakin hari semakinb banyak yang mengejak wanita itu. kamudian dengan jawaban lantang dia mengatakan kepada orang-orang yang mengejeknya, “Tuhanku adalah Tuhaku, Cintaku adalah cintaku”. Kalimat itu didengar oleh Habib Abdullah Alydrus, kemudian kalimat itu digunakannya untuk banyak permasalahan dan dijadikan sebuah pribahasa.

(Dikutip dari buku : “Syarh Yaqut an-Nafis fi Madzhab Ibn Idris” karya Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syatiri. Saudi Arabia: Dar al-Minhaj, cet. ke tiga, tahun 2011 M./ 1432 H. hlm; 669)


Kesimpulan dari penerjemah adalah:
·        1.  Setelah akad nikah dilakukan, suami wajib menafkahi istri dengan nafkah lahir maupun batin.
·        2.  Istri yang ditinggal suami dalam waktu yang lama tanpa ada kabar dan tanpa nafkah, dia boleh meminta cerai kepada hakim yang dinamakan dengan fasakh.
·        3.  Bersatunya dua insan yang sah secara agama, juga harus berpisah dengan cara yang sah secara agama.
·         4. Tidak boleh mengejek orang lain yang tidak terbukti besalah.
·         5. Jangan perdulikan anjing menggong-gong selama kau berada di jalan yang benar dan diridlai Allah Swt.
·        6.  Senantiasa bertanya kepada orang yang paham agama dalam permasalahan agama.
·         Taat dengan hukum agama dan negara.
·         7. Selayaknya pernikahan harus dibangun atas cinta.
Wallahu Ta’ala a’lam bis-showab
Penulis sekaligus penerjemah: Ali Afifi

Cairo, 25 September 2017

You Might Also Like

2 komentar

  1. "7. Selayaknya pernikahan harus dibangun atas cinta."
    maka indah sekali doa ini :
    "Allahumma,
    lindungilah kami dari cinta tanpa pernikahan
    dan pernikahan tanpa cinta"

    BalasHapus

aLi_afifi_alazhari