Lembaran Hidup (Bag 2)
Februari 28, 2019
Lembaran lama tak akan
pernah terulang, apa yang telah kau tulis pada lembaran lama tak akan pernah
bisa terhapus. Kau hanya bisa merasa bangga atau kecewa dengan itu. Usiamu yang
semakin bertambah, artinya semakin berkurang jatah umur yang kau miliki. Lembaran
yang dulu kosong, kini telah penuh dengan tinta yang berwarna-warni.
Lembaran
hidup, jangan pernah menyobek lembaran yang pernah kau tulis, sepahit atau
semanis apapun lembaran itu tetap saja berarti bagimu. Saat kau melihat masa
lalumu yang kelam, kau akan dapat mengambil pelajaran darinya, bagaimana kau dapat
memperbaiki lebaran itu untuk menjadi lebih baik. itulah sebabnya dalam al
Quran menggunakan cerita umat terahulu sebagai contoh bagi umat setelahnya.
Jangan pernah malu dengan lembaran yang pernah tersobek, kau masih memiliki
banyak lebaran yang tesisa. Takdirmu masih jauh, kau masih memiliki kesempatan
untuk mengukir lembaran barumu dengan tinta emas. Kau masih bisa menuliska
cerita hidupmu yang lebih berarti, kau dapat menghiasinya dengan ukiran yang
indah, bahkan kau masih bisa menuliskan ayat al Quran di dalamnya.
Penulis
pernah bertemu dengan seorang yang sudah putus asa dengan lembaran lalunya yang
hitam, dia telah malas dan merasa tak sanggup lagi untuk hidup. Dia merasa
hidupnya telah hancur akibat masa lalu yang kelam, masa lalunya yang pernah
tersakiti, sehingga dia ingin menutup hatinya, dia ingin membuang lembaran baru
yang masih tersisa 1000 lembar lagi. Padahal lebaran lamanya hanya 10 halaman
yang berwarna hitam. Dia merasa sangat berasalah, dia merasa masa depannya
sudah rusak oleh perbuatannya sendiri. Padalah dia masih belum sampai pada titik
akhir.
Dia merasa masa depannya
sudah rusak akibat masa lalu yang rusak, padalah masih banyak kesempatan untuk merubah
bahkan membuat lembaran baru yang lebih baik. Apakah dia lupa akan cerita
orang-orang yang mulia, dimulai dari kebangkitan setelah keterpurukan.
Orang-orang itu bangkit dan berkomitmen untuk berubah setelah kesalahan besar
yang pernah ia tuliskan. Masa lalu dibiarkan begitu saja, yang awalnya mereka sangat
hina, namun menjadi mulia setelah keinginannya untuk berubah menjadi lebih
baik.
Sayyidina Umar bin
Khattab sering kali menganis tanpa sebab dan tersnyum tanpa sebab. Pernah pada
suatu hari, Umar tersenyum saat melihat ke samping kanannya, saat berpindah ke
kiri beliau menangis. Salah seorang dari sahabat kemudian bertanya, “Mengapa
kau mengis kemudian tertawa wahai Umar?”, kemudian beliau menjawab. “ Aku
menangis saat mengingat masa jahiliyahku yang buruk, aku kasihan dengan
anak perempuanku yang aku kubur
hidup-hidup tanpa dosa. Aku merasa sangat bersalah. Aku tetawa sebab aku
mengingat masa jahiliyahku yang bodoh. Kami menyembah tuhan yang kami buat
sendiri. Bahkan pernah pada suatu saat, kami membuat tuhan dari kurma. Dan pada
saat itu kami sedang perjalanan jauh, kami meinta kepada tuhan kami untuk
memberi kami makanan , tetapi sedikitpun dia tak mendengar doa kami, akhirnya
kami makan hidungya, kemudian matanya, kemudia badannya hingga tak terasa kami
telah memakan habis Tuhan kami”. (bersambung)
0 komentar