Mengapa Abuya Sayyid Maliki Tidak Membantah Syiah? (Bag 3)

Februari 28, 2019



 ABUYA MALIKI MENGIRIM MURIDNYA KE KAIRO

Sekian lama tak menemukan jawanban dari sentilan kawan diskusi tadi, penulis hampir lupa. Bahkan si penanya pun tidak akan mengingat samasekali, karena itu hanya sentilan gurau.
Sore itu, Kawan saya Muhammad Rosyid; murid Habib Umar Palembang menghubungi saya. Habib Umar juga murid Abuya Maliki, oleh sebabnya kami akrab. Dikatakan “Nasab ilmu seperti nasab keturunan”.
Rasyid menghubungi saya bahwa al Habib Tohir al Kaff akan berkunjung ke Kairo beberapa hari kedepan. Kabarnya beliau sedang umrah, dan akan melakukan tour kairo setelah itu.

Sesampainya di Kairo, tempat yang habib ziarahi adalah Makam Imam Syafii, dan beberapa ulama terkemuka lainnya seperti Imam Ibn Hajar, Imam Syuti dan lain-lain. Setelah dari Makam Imam Syafii, beliau beranjak ke makam Sayyidina Husain bin Fatimah, kekeknya. Di sanalah penulis bertemu dengan habib Tahir.
Dulu selama menyantri di Indoneisa, penulis sudah sering mendengar ceramah habib kondang ini. Selain beliau kawan dekat Kiyai Muiz saat menyantri ke Abuya Maliki dulu, beliau juga sering bersilaturrahmi ke pondok. Habib tahir dikenal sebagai orang yang sangat tegas dalam membela akidah, beliau dijuluki dengan sang singa podium.
Dalam kesempatan itu, penulis tentunya memperkenalkan diri, dan mengaku santri Kiyai Muiz sahabat beliau. Beliau pun senang, dan mendokan kami semua. 
Hal pertama yang beliau sampaikan kepada penulis dan kawan-kawan, seharusnya santri, mahasiswa dan pelajar agama Islam harus bisa menggunakan ilmunya untuk membela agama. Saat itu, kejadian yang sedang viral adalah tekait pembakaran bendera oleh oknum Banser NU  di Jabar.  Habib dengan wajah agak marah menyayangkan hal itu terjadi, tentu kami sebagai pelajar agama juga merasakan hal yang sama.
Di sela-sela diskusi santai, di lataran masjid Sayyidina Husain, penulis bercerita kepada habib bahwa Al Azhar sangat tegas terkait Syiah, Al Azhar juga tidak pernah mengajak untuk melupakan perbedaan untuk mencapai persatuan, Al Azhar bukan liberal. Yang selama ini Al Azhar suarakan adalah peratuan umat dan membiasakan berdiskusi ilmiah dalam menanggapi perbedaan. Bukan dengan peprangan dan saling keukeuh berfanatik buta.
Hal ini penulis sampaikan karena sekarang citra Al Azhar sedang dirusak oleh sebagian kecil oknum, yang tidak memahami manjah Al Azhar dengan benar.

Penulis juga becerita, beberapa bulan lalu betemu seorang yang shalat di masjid Sayyidina Husain menggunakan batu bundar. Ia juga melakukan beberapa gerakan yang terasa sangat aneh dilihat. Penulis langsung paham bahwa ia adalah Syiah. Tidak banyak, mereka hanya sepasang suami istri,  dan dua anak laki-laki. kemudian penulis mendekat, dan bertanya dari mana asal mereka. Jujur saja, meski di Mesir banyak makam Ahlul Bait Nabi, tapi Syiah tidak pernah tumbuh subur di sini, bahkan sangat sulit sekali berkembang di Mesir.
Orang Syiah tadi  mengaku berasal dari Saudi, entah dari daerah mana. Padahal notabenenya Saudi menganut paham Salafi. Yang membuat semakin aneh, orang tersebut tidak masuk ke makam Sayyidna Husain as. Ia hanya shalat di ujung masjid, dekat pintu masuk masjid. Bisa jadi, ia tidak bisa masuk karena di setiap tembok makam Sayyidina Husain bertuliskan nama-nama Sahabat Nabi. Mendengar cerita ini Habib Tahir tersenyum, kemudian berkata “Yang lari jika ada nama sahabat hanyalah setan”.

“Habib, mau tanya”. Saya mulai ingat sentilan kawan dulu terkait, mengapa Abuya Maliki tidak mengarang buku bantahan kepada Syiah. Melihat banyak dari alumni Abuya di Indonesia yang sangat gencar memberantas aliran sesat termasuk Syiah. Ada orang yang mencibir alumni Abuya yang gencar membantah Syiah, padahal Gurunya tidak melakukan hal demikian. 

Habib Tahir menjawab, bahwa semua kembali kepada tempat di mana ia hidup.
Sayyid Muhammad Al Maliki hidup di zaman di mana gerakan Wahabi Salafi sedang naik daun, yaitu Saudi Arabiya, tempat beliau hidup. Ditambah lagi gerakan ini masuk ke politik, dan pemerintahan, sehingga dengan mudah mendoktrin masyarakat yang dulunya menjadi tempat diturunkannya wahyu.

Jika Abuya Maliki hidup di negara yang penuh dengan Wahabi, bahkan belau sering dikecam pancung karena mengadakan Maulid Nabi misalnya, kok malah justru membantah syiah, itu artinya Abuya Maliki tidak cerdas, dan tidak memahami kebutuhan umat". Demikian tegas Habib.

“Andai Abuya hidup di Indonesia seperti kita, adanya Syiah, Ahmadiyah, Nabi Palsu dan sebagainya, pastilah buku beliau dan ceramahnya akan banyak tema terkait itu”. Ujar sang habib dalam pertamuan itu.

Habib Tahir menafikan Abuya tidak samasekali membantah Syiah, selama menyantri dulu Abuya juga banyak menyinggung sekte-sekte sesat, termasuk Syiah.

Jadi bisa disimpulkan, mengapa Abuya tidak membantah Syiah?, jawabannya karena yang sedang beliau hadapi, yang ada di depan mata, yang paling dibutuhkan lingkunagan sekitar beliau, adalah membantah Wahabi.
 
Sebenarnya, jika kita benar-benar membaca karya-karya Abuya Maliki, secara tidak langsung beliau membela Ahlussunnah dan megkritisi akidah yang menyimpang termasuk Syiah. Memang jika dicari, karya beliau yang berbentuk buku dengan judul yang jelas itu tidak ada, tapi cara Abuya membantah Wahabi dengan Sahih Bukhari, mengutip kisah Sahabat Nabi, memanggil Abu Bakr dengan Khalifah Rasul, memuji Sayyidah Aisyah dan mengutip riwayat beliau, sudah pasti dan sangat pasti beliau adalah seoang Sunni Asy'ari. 
Pada akhirnya, Habib Tahir berpesan untuk selalu belajar yang rajin, dan agar tidak ikut berdebat kusir ala awam, yaitu tidak ada unsur ilmiahnya. Beliau juga menasehati kami semua agar menulis, dan menyebarkan akidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Kemudian masjis bincang santai kita diakhiri dengan doa. (selesai)

Cairo, 1 Maret 2019

You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari