Spirit Beragama Tanpa Ilmu

Mei 02, 2020




Pertanyaan: Maraknya wabah COVID 19, Tetap solat jamaah di Masjid, atau berdiam di rumah?

Ada rasa bahagia saat banyak orang yang bertanya tentang pertanyaan di atas. Mengapa?, karena saya yakin sebelum Allah mengirimkan Corona ini, penanya tersebut adalah orang-orang yang rajin ke mesjid untuk berjamaah. Dan tidak pernah telat duduk di barisan terdepan di hari Jum'at. Merekalah orang-orang awam yang berhati ikhlas dan benar-benar ingin tahu jawaban Para Ulama.

Namun rasa sedih muncul, saat membaca tulisan "Ustadz" media sosial, yang rela bertengkar bahkan merendahkan orang lain di akun pribadinya. Hanya karena berbeda pandangan terkait menyikapi Wabah kolektif ini. Dengan mengatakan "kurang lama ngaji", "mikir pakai dengkul" dsb.  Padahal, orang-orang yang usil berdebat itu, dan beberapa di antara 'ustadz'  yang saya kenal, sebelumnya tidak sebegitu rajin sholat berjamaah di Masjid.  Atau bahkan sering telat masuk masjid di hari jumat.

Mungkin, demikian ini yang dimaksud Umar bin Khattab : "Agama ini rusak, akibat perdebatan orang-orang Munafik tentang kitab Allah". (dikutip dari Attibyan karya Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ary, Jombang: Maktabah Turats Islami, hal. 29).
______________________________

Kemudian mengenai pertanyaan di atas, ada baiknya kita memutar kembali rekaman kejadian di zaman Nabi Saw dan mengambil pelajaran di dalamnya.

Ada sebuah riwayat yang menceritakan, suatu hari beberapa Sahabat melakukan bepergian. Di tengah perjalanan, salah satu di antara mereka ada yang terkena batu di bagian kepalanya hingga berdarah. Bisa dikatakan lukanya cukup parah.  Dan dalam waktu yang bersamaan orang tersebut dalam keadaan 'junub' yang mewajibkan ia harus mandi besar.  Karena ingin mengetahui pandangan agama tentang musibah yang ditimpanya, ia bertanya kepada orang-orang yang bersamanya:  "Apakah saya boleh bertayammum?". 
Mereka menjawab: "Kami rasa tidak ada keringanan untukmu, selama kamu mampu mandi dengan air".
Orang awam tadi kemudian mandi besar, namun tak lama kemudian ia meninggal dunia.

Kejadian ini kemudian sampai kepada Rasulullah Saw, dan beliau sangat marah, seraya bersabda: "Mereka telah membunuhnya! (secara tidak langsung).  Kenapa tidak bertanya dulu jika tidak tahu? Ketahuilah bahwa bertanya adalah penangkal kebingungan.  Orang tadi hanya cukup bertayammum, dan membalut lukanya, kemudian mengusapnya. Barulah menyiram badannya yang lain dengan air.  (diriwayatkan Imam Abu Dawud hadis ke 336 dan Ibn Majah nomor hadis 572).

***

Bila kita lihat fenomena Covid 19 ini. Orang-orang yang memiliki semangat beragama tinggi mengatakan, "Jangan larang orang ke Mesjid, mati di Masjid dalam keadaan ibadah lebih baik daripada tidak ke mesjid". Dengan melupakan kemaslahatan umum.

Di sisi yang berbeda, muncul orang-orang yang bermental penebar kebencian, bukan pendidik, mengatakan,  "mereka itu kurang lama ngaji",  "jangan terlalu berambisi beragama kalau bodoh" dsb.
Padahal, keduanya sama-sama muslim!!.
Sesama putra bangsa!!!

Di Mesir, lembaga Fatwa dan Asosiasi Ulama senior Al Azhar dalam hal ini sudah mengeluarkan pernyataan "Bolehnya tidak sholat Jum'at". Namun pernyataan itu tidak sampai pada taraf mewajibkan, artinya siapapun yang merasa aman akan wabah ini, ia boleh sholat di masjid. Demikian sebaliknya, jika merasa tidak aman, ia boleh tidak sholat di masjid.  Bukan hanya tentang aman atau tidak aman. Orang yang merasa memiliki penyakit menular dan membahayakan orang lain,  ia haram mendatangi kerumunan apapun.

Tapi uniknya, perkumpulan di masjid secara resmi dilarang, sedangkan perkumpulan di tempat-tempat hiburan tetap ramai. Bahkan bisa dikata tempat maksiat tidak ada pelarangan !!.. Ini saya berbicara Indonesia..

Seharusnya jika berkumpul di masjid saja dirasa "tidak aman"  maka perkumpulan di selainnya lebih utama dilarang..

Pada intinya, melarang atau menolak pelarangan sama-sama memiliki maksud yang baik, dan sama sama memiliki tujuan menjaga 'maqasid Syariah'.  Maka seharusnya keduanya saling melengkapi, bukan saling hujat dan tuduh ini itu. Saling mendoakan karena musibah ini menimpa kita semua!
Maka seyogiyanya yang memiliki spirit agama yang tinggi mau peduli dengan keadaan, tidak egois. Dan yang melarang tidak terlalu gegabah, karena semua ada porsinya. Dan jangan menurunkan semangat beragama orang lain, bahkan dg cacian.

Menanggapi fenomena seperti ini seorang Mufti atau ustadz seharusnya bisa menjadi dokter bagi masyarakat.  Mendidik dan mengayomi. Bukan berdebat tentang hal yang tidak berfaidah. Bagi yang berwenang,  sebelum mengeluarkan pernyataan,  seharusnya memerhatikan perbedaan waktu, tempat, keadaan dan personal.  Karena beberapa hukum yang temporar berkaitan erat 4 komponen tadi. .sehingga semuanya sesuai dosis yang dibutuhkan. 

Wallahua’lam bissawab

Cairo, 20 Maret 2020

You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari