Rahasia di Balik 'Rasm Utsmani'

Juli 02, 2020

Rahasia dibalik 'Rasm Utsmani' 

Pernah suatu hari saya duduk di masjid tertua di Afrika,  Masjid Amr bin Ash yang terletak di kawasan bernama Fusthaht. Selang beberapa menit,  datang mendekat kepada saya sekitar 3 anak kecil,  dengan wajah heran melihat orang asing seperti saya. 

"Ta'ala.. Ya Wad" (Sini-sini) saya memanggil mereka. 
Mereka  malu-malu,  hingga salahseorang yang paling dewasa dari mereka menjulurkan tangannya, ingin bersalaman. Kemudian ia duduk, adik-adiknya juga mau duduk di samping saya. 

Satu persatu saya tanyakan nama mereka,  namanya Muhammad, Ahmad dan Yusef. Usia masing-masing mereka 10 th,  7 th dan 5 th.  Muhammad menanyakan nama saya,  "Ismak eh..?"  (nama kamu siapa?).  Saya jawab,  (Ali..)  anak-anak kecil itu tersenyum bahagia berkenalan. 

Di tangan saya ada al-Quran yang saya baca beberapa saat, untuk murajaah hafalan, si Ahmad,  yang usianya 7 tahun,  mengambilnya.  Kemudian bertanya,  "Ali,  kamu hafal al-Quran?" 

"Belum selesai". Jawabku malu. 
Saya balik bertanya,  "Kamu hafal berapa, Ahmad?".  

"Saya hafal 15 juz".  Dalam hati saya kagum, terkejut, anak seusia 7 tahun sudah hafal 15 juz al-Quran. 
Saya bertanya kepada Muhammad, dia yang paling besar "Muhammad,  kamu hafal berapa juz?".  

"Saya hafal 25 juz,  tapi tidak terlalu lancar".  
Saya melanjutkan pertanyaan,  "Adikmu Yusef,  hafal berapa juz?" Muhammad menjawab adiknya yang pemalu itu hafal 5 juz, kemudian Yusef memukul kakaknya,  "La'a..!!" (gak gitu) . "Saya sudah hafal 9 juz!!".  Yusef marah kepada kakaknya. 

Mata saya berkaca-kaca melihat 3 anak kecil ini membicarakan al-Quran,  siapa dua orang tua dibalik mereka semua,  siapa Syekh mereka??

Setelah beberapa tahun di Mesir,  saya baru paham bahwa di Mesir memiliki institusi non-profit di kampung-kampung,  yang diberi nama "Kuttab".  Mungkin bahasa kita itu Kyai kampung atau TPQ.  Tempat seperti ini sudah ada sejak lama sekali,  dari tempat inilah Syekh-Syekh Mesir dan Al-Azhar belajar,  dan menghafal al-Quran. Mereka membaca al-Quran dari seorang guru yang sudah hafal al-Quran juga,  memiliki sanad yang bersambung kepada Rasulullah melalui guru. Dengan bacaan yang tepat dan benar.
Jadi di sini anak usia 7 tahun hafal al Quran 30 juz bukan hal aneh,  justru yang aneh jika ada seorang dewasa tidak hafal al-Quran. 
***

Guru-guru saya di Al Azhar selalu menyampaikan, "al-Quran ini sampai kepada kita secara 'musyafahatan'  (dari mulut ke mulut guru)."  Artinya seorang murid membaca kepada gurunya,  gurunya dulu juga membaca dari gurunya,  gurunya juga membaca dari gurunya hingga tersambung tali keilmuan itu kepada Nabi Muhammad saw. 

Para Masyayikh Al Azhar juga menantang,  "Tidak akan bisa membaca al-Quran orang sepintar apapun,  selama dia tidak membaca al-Quran melalui seorang guru". 

Dalam pengajian Ihya Ulumudin,  Gurunda Syekh Muhammad Muhanna mengatakan,  "La tahfadzil Qur'ana  anil mushafi,  wa la ilma anis Shahafi"  
(Jangan menghafal al-Quran dari orang yang tidak berguru,  yang menghafal hanya dari mushaf. Jangan juga belajar ilmu dari media sosial). 

Kenapa harus dari guru?
 Karena al-Quran bukan sekadar buku bahasa Arab.  Kitab ini adalah wahyu dari Allah,  tidak boleh menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci. 

Salahsatu yang mengharuskan al-Quran melalui guru adalah,  cara membacanya yang harus menggunakan tajwid.  Sepintar apapun seseorang bahasa Arab,  jika tidak pernah belajar tajwid kepada guru,  bacaannya akan berantakan. Karena al-Quran tidak diriwayatkan dalam keadaan tertulis,  tapi diriwayatkan dengan memori otak,  dengan suara guru. Sekali lagi guru. 

Yang kedua,  mushaf Utsmani.  Yaitu Al-Quran yang disatukan dalam sebuah buku,  dimulai dari zaman Khalifa Abu bakar dan baru selesai di zaman Khalifa Utsman bin Affan. Dalam mushaf ini,  tulisannya berbeda dari bahasa Arab pada umumnya. Tulisan yang digunakan adalah 'Rasm Utsmani'.  Seperti kalimat رحمة dalam Al Quran kadang ditulis رحمة terkadang رحمت.  Seperti kalimat الصلاة ditulis dengan الصلوة.  Misal juga الثلاثة yang ditulis dengan الثلثة. Dan seterusnya. 

Para ulama menulis kitab khusus terkait rahasia di balik ' Rasm Utsmani'  dari segi linguistik dan ilmu Balagah. Dalam kitab Ulumut Tafsir tema ini juga banyak dibahas. Lebih detailnya silakan dibaca di sana. Dan secara aplikasi, beberapa tafsir Lughawi juga membahasnya. 
Saya sebutkan sedikit sample dari rahasia secara bahasa Arab.  Misal ayat: 

ويدع الإنسن بالشر دعاءه بالخير وكان الإنسن عجولا.  

Lihat kalimat الإنسن yang dalam kaidah bahasa Arab biasa harus ditulis الإنسان.  Mengapa dalam Al Quran ditulis tanpa alif? 
 Dalam tafsirnya  al Kasyaff.  Imam Az-Zamakhsyari menulis. Bahwa maksud dari (insan)  di sana adalah orang Kafir. Saat kita membaca akan terdengar (insan)  tidak terlalu panjang.  Menandakan bahwa mulut ini tidak ingin berlama-lama menyebut mereka.  Apalagi di ayat terlahir,  ada ciri khas mereka,  عجولا (terburu-buru).  Maka Allah pun mendeskripsikan mereka saat menyebut org kafir dengan insan, tanpa madd dalam suara hurufnya. Seperti kita saat bercerita seseorang yang pemarah. Dodi misalnya,  kita akan menekan suara pada saat mengatakannya (Doddi Pemmarrah..! ) 

Salah satu kitab rekomendasi untuk mengetahui rahasia Rasm Utsmani,  ada kitab kecil berjudul: 

لطائف وأسرار خصوصيات الرسم العثماني للمصحف الشريف
 
Karya Syekh Abdul Adzim al-Mut'ini. Seorang ulama Al-Azhar.  

Di Mesir sempat ramai,  orang-orang liberal dan atheist mengkritik al-Quran. Kata mereka tulisan di al-Quran berbeda dangan kaidah bahasa Arab,  itu sebab Utsman dan orang Arab dulu tidak bisa menulis dengan benar. Padahal,  semua ulama sepakat,  bahwa tulisan yang ada di Al Quran itu 'tauqifi'.  Tidak ada campur tangan dan pendapat otak manusia,  itu murni yang diajarkan Rasulullah saw.

Rahasianya,  supaya orang-orang membaca Al Quran dari seorang guru,  bukan belajar dari internet. Kita bisa saksikan ada seorang 'Ustadz muda' yang membaca Al Quran tidak benar di media sosial.  
Insyaallah,  saya tidak akan mencaci,  karena kita sama-sama bukan orang yang suci dari kesalahan.  Apalagi ia seorang muslim,  semoga lisan dan tulisan saya dijauhkan dari mencaci sesama muslim. 

Ini seharusnya menjadi tamparan kepada pihak yang bersangkutan,  juga kita,  umat Islam. Silahkan dikoreksi,  apakah masing-masing kita sudah benar bacaan Qurannya?  Atau al Quran kita dipenuhi debu di rak? Tak pernah dibaca? 

Bahkan santri pesantren pun tidak menjamin bisa baca al Quran dengan benar,  karena tidak semua pesantren mementingkan hal ini. Apalagi yang tidak belajar di pesantren.!

 Bahkan guru al Quran di kota-kota pun kadang tidak membaca Al Quran dari guru,  dia otodidak.  Tidak bisa menjamin juga kapasitasnya.  
Terlebih,  pemerintah tidak mementingkan keadaan ekonomi ustad kampung,  yang seharusnya menjadi 'Maha Guru',  mungkin ini sebab ustad kampung mulai punah.

Bukan saatnya kita saling sindir,  ustadz itu salah,  hanya karena dia berbeda kelompok. Hanya karena dia pernah mengkritik amalan ajaran kita.  Bukan. Ada yang lebih penting dari itu,  sungguh.  
 Kita koreksi diri sendiri,  keluarga,  anak,  murid. Apakah mereka mencintai al Quran, apalah mereka senang membaca Al Quran!?  Apakah mereka sudah benar bacanya? Dan kita, apakah layak dikatakan guru yang berkapasitas? Seberapa dekat kita dengan al Quran?? 

Menangis diri ini...

Ali Afifi 
El-Husainiah,  Kairo,  2 juli 2020

You Might Also Like

0 komentar

aLi_afifi_alazhari