Saya ingat dulu ketika masih tingkat tsanawiyah di Pesantren, saat liburan ramadhan saya menulis tentang kepincangan pemikiran Pluralisme Agama. Kemudian ada seorang mualaf asal Singapura mengomentari tulisan saya, bertanya tentang hukum jilbab sedangkan tempat ia bekerja melarang jilbab. Saya hanya menjawab begini:
Jilbab tetap wajib. Tapi tidak masalah melepas jilbab ketika bekerja jika keadaannya demikian, dan menggunakannya kembali di luar kerja. InsyaAllah, Allah Maha Pengampun. Namun seiring berjalannya waktu saya menyarankan sambil mencari pekerjaan yang tidak melarang jilbab, atau melobi tempat bekerjanya toh jilbab tidak mengganggu. Alhamdulillah ia melakukan hal itu.
Tiba-tiba ada yang berkomentar di bawah komentar saya, seorang mahasiswa stain asal Jatim, mengatakan begini:
Buat apa pindah agama kalau agama sebelumnya juga benar, selama niat kita benar dan berbuat baik, insyaallah masuk surga. Kemudian ia mengutip sebuah ayat.
Ia juga berkomentar bahwa dalam Islam jilbab tidak wajib, yang wajib adalah berpakaian sopan.
Kamipun berdebat hingga berjilid-jilid, via pribadi, seingat saya hingga 3 hari lamanya. Karena saya masih tsanawiyah, kitab rujukan saya hanya Syarah Aqidatul Awam dalam Akidah dan Yaqut nafis dan Ushul Fikih mubtadi'. Sedangkan si mahasiswa tadi banyak mengutip nama-nama Barat yang belum pernah saya kenal atau dengar sebelumnya. Entah mereka itu ulamanya siapa..
Dalam banyak hal ia tidak mengerti beberapa kaidah dasar dalam disiplin ilmu keislaman. Diapun tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan dan sanggahan. Singkat cerita pada akhirnya akun saya ia blokir.
Dan semua perdebatan kami saya copas dipindahkan ke Microsoft Word untuk kenangan.
.....
Baru tahu, hingga saat ini pemikiran orang seperti itu masih laku jadi barang dagangan...