Hari Perempuan se-Dunia; Feminisme versus Meninistme
Maret 08, 2021
Sikap
dekriminasi terhadap wanita, serta rasisme kaum laki-laki yang mendominasi bangsa Eropa di era gelapnya, berakibat buruk dalam stabilitasi bersosial. Philip. Adler,
dari East Carolina University, dalam bukunya World Civilization, (Terbit tahun
2000) menggambarkan bagaimana kekejaman Barat dalam memandang dan memperlakukan wanita. Sampai
akhir abad ke-17, di Eropa wanita masih dianggap sebagai jelmaan setan atau
alat bagi setan untuk menggoda manusia. (Mungkin ini terpengaruh oleh konsep
Kristen tentang Eva (Hawa) yang digoda
oleh setan sehingga menjerumuskan Adam). Sejak awal penciptaannya, wanita
memang sudah tidak sempurna.[1] Mengutip
seorang penulis Jerman abad ke-17, Adler menulis: It is a fact that women only
a weaker faith (in God), “adalah fakta bahwa wanita itu lemah dalam
kepercayaannya kepada Tuhan”. Dan itu, sesuai dengan konsep etimologis mereka
tentang wanita, yang daam bahasa mereka disebut ‘female’ berasal dari bahasa
Yunani ‘femina’. Kata ‘femina’berasal dari kata ‘fe’ dan ‘minus’. ‘Fe’ artinya
‘fides’, ‘faith’ (kepercayaan). Sedangkan ‘mina’ berasal dari kata ‘minus’
artinya kurang. Jadi femina artinya ‘seorang yang imannya kurang’ (one with
less faith). Karena itu kata penulis Jerman abad ke-17 itu: Therefore, the
female is evil by nature. “karena itu, wanita secara alami merupakan jelmaan
iblis”.[2] (Philip J. Adler, World Civilization, Belmont:
Wasworth, 2000, hal. 289)
Coba kita bandingkan dengan wanita dalam
Islam, sejak Islam datang, wanita dimulaikan dengan diberi jatah lebih banyak
dalam warisan. Islam juga mengajarkan untuk menghormati ibu tiga kali lipat
daripada ayah, Islam melarang zina
karena ingin menjadikan wanita barang mahal, Islam “mengkaplingkan” surga berada di telapak ibu,
Islam menjamin seseorang yang memiliki 3
putri dan merawatnya dengan baik, dengan balasan surga di akhirat. Masih banyak lagi
bukti Islam benar-benar memuliakan wanita.
Karena alasan inilah, dalam Islam tidak ada
perayaan seperti hari perempuan, atau hari ibu, atau hari wanita lainnya. Meskipun
di era modern ini ada, dan ulama kita
tidak melarang adanya peringatan hari-hari itu. Tidak ada alasan lain , kecuali
sebatas menganggapnya baik.
Sejarah kelam wanita di dunia Barat memang
diakui sebagai era disktiminasi yang sangat kejam tehadap wanita, belakangan,
Barat kemudian bergerak dari satu kutub ektrem ke kutub ekstrem lain dalam
memperlakukan wanita. Dimulai dengan munculnya gerakan feminism ekstrem pada tahun
60-an abad ke-20 yang dimobilitasi oleh wanita Barat. Penulis sebut sebagai
feminis ektrem, karena mereka berangkat dari kemarahan dan luka yang sudah cukup lama, maka wajar muncul
perlawanan yang keras, semisal menolak pernikahan dan fitrah-fitrah lainnya.
Jadi, munculnya gerakan ektrem feminis di
Barat menjadi sangat wajar, sebab potensi yang membentuknya juga kuat. Hingga saat
ini, penulis rasa gerakan feminis ini masih gencar, marak dan semakin
mendaradaging. Hingga beberapa dari kalangan perempuan kita (muslimah) mengesport
pemikiran ini ke dalam tradisi Timur
kita, juga agama kita; Islam. Padahal, sudah dijelaskan tadi, bahwa background peradaban Barat dan Islam sangat
berbeda, maka mengadopsi Femimism ke
dalam kajian keislaman, menjadi cacat total. Dan terbukti, banyak pemikiran
nyeleneh yang diproduksi mereka yang tidak mungkin penulis bahas secara detail
di sini. Perumpamaan eksportasi ini ibarat memindahkan ikan air asin (laut) ke air tawar, tidak cocok,
tidak lama ikan mati.
Penulis meyakini kesetaraan laki-laki dan
perempuan, menolak dengan tegas segala bentuk arogan dan diskriminasi terhadap
pihak manapun. Akan tetapi penulis menolak gerakan “Feminisme” “Kesetaraan
Gender versi Barat”, dan semacamnya. Sebab terlalu berlebihan dalam membela satu
pihak, hanya akan melahirkan kutub ektrem lain. Mungkin maraknya gerakan feminisme,
suatu saat nanti akan memicu lahirnya
gerakan tandingan, Meninistme. Dan ternyata, sekilas membaca beberapa media
Barat dan beberapa video Barat, penulis menihat bibit-bibi itu.
Di hari perempuan sedunia ini, seharunsya
kita kembali melihat perempuan sebagai manusia layaknya melihat laki-laki
adalah manusia, keduanya sama-sama menjadi makhluk Allah yang diciptakan untuk
menyembahnya, dan memakmurkan Bumi ini. Keduanya
tidak diciptakan untuk saling rasis, tapi saling melengkapi satu sama lain. keduanya
kuat, karena melengkapi, melengkapi artinya melakukan hal-hal sesuai kodrat dan
diberikn Sang Pencipta, tanpa merasa terdhazlimi, tapi melakukannya karena
cinta.
Sebagai tabarrukan, dan mengakhiri tulisan
ini, penulis ingin mengutip perkatan Grand Syaikh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmed
el-Thayyib pada hari Perempuan sedunia 2021:
أحيي كلَّ نساء العالم ممَّن أعانوا أسرهن
ومجتمعاتهن على النهوض والتقدم والصمود في مواجهة التَّحديات، أقول لهن
"شكرًا على ما قدمتموه"، وأدعو الجميع لبذل المزيد من أجل تمكين المرأة
من العمل والمشاركة في الحياة العامة، وتجريم تعريضها لأي عنفٍ أو ظلمٍ أو تهميشٍ،
وضمان حصولها على حقوقها كاملة دون أي تمييز.
“I
salute women around the world who have helped their families and communities
grow and endure in the face of hardships. I would like to thank them for all
that they have done, and call on all of us to enable them to work and excel in
society. We must also criminalise violence, injustice and marginalisation
towards women while ensuring their rights are maintained without
discrimination.”
Ali Afifi Al-Azhari
Kairo, 8 Maret, 2021
[1] Adian Husaini, Seputar
Paham Kesetaraan Gende, Kerancauan, Kekeliruan dan Dampaknya. Tanpa penerbit
dan tahun, h. 178
[2] Philip J. Adler, World
Civilization, Belmont: Wasworth, 2000, h. 289
2 komentar
Selamat Hari Perempuan Internasional dari Muhammadiyah
BalasHapushttps://twitter.com/muhammadiyah/status/1368777243716182023?s=08
Maju terus untuk Muhammadiyah..
Hapus