Kemesraan Abuya Maliki dan Al-Azhar Kairo (Bag 2)
April 21, 2022Salah satu
guru Abuya di Mesir, Syekh Abdul Halim Mahmud; Grand Syaikh Azhar as-Syarif
pernah berkata : “Jika kau bermaksud untuk
shalat, maka kakbah adalah kiblatnya. Dan jika kau bermaksud ilmu
syariat, maka Al-Azhar adalah Kakbah nya”.
Abuya mendapat
gelar akademik di Al Azhar hingga Doktoral (Ph.D), tepatnya di Fakultas
Ushuluddin pada usia beliau yang sangat muda, 27 tahun, dengan pradikat terbaik.
Dari dulu, Al Azhar menggunakan dua model pengajaran, Jami’ (masjid) dan
Jami’ah (Universitas). Tidak cukup menempuh pendidikan formal di
universitas, Abuya juga ikut hadir dalam majlis-majlis dan mendatangi memberapa
masyayikh di luar kampus. Misalnya Sykeh al Hafisz Muhammad at-Tijani, seorang
ulama yang dikenal ahli hadis di zamannya. Kediaman beliau tidak jauh dari Al
Azhar, masih berada dalam satu jalur, dikenal dengan JL. Muiz li Dinillah.
Tanah yang
subur akan menghasilakan tanaman yang sehat, keluraga Ulama akan melahirkan
seorang ulama. Bapak Sosiologi Islam; Ibn Khaldun mengatakan “al Insan ibnu
biatihi” (manusia adalah anak angkat lingkungan tempat dia hidup). Itulah
yang ada pada diri Abuya, ambisi ilmiah Abuya sudah terbangun semenjak beliau
dalam lingkungan yang ilmiah, lingkungan para ulama yang rabbani. Prof. Dr.
Muhammad al-Tayyib al-Najjar, mantan rektor Universitas Al Azhar berkomentar: “
Tak ayal jika Sayyid Muhammad menjadi orang yang sangat luar biasa, Ayah
beliau; Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki— rahimahullah—adalah termasuk orang
yang mengabdikan hidupnya untuk ilmu, dibesaarkan dalam atmosfer ulama yang
rabbani, ulama yang mengamalkan ilmunya. Sayyid Muhammad besar Makkah al
Mukarramah, bersampingan dengan Kakbah al Musyarrafah, di sanalah tempat
berkumpulnya para ahli ilmu, tempat dilantunkannya ayat-ayat al Quran, dibacakannya
riwayat-riwayat hadis nabi Muhammad saw, tempat diajarkannya disiplin ilmu
keislaman secara fokus dan mendalam.”
Al Azhar
pernah mengalami masa-masa di mana majlis ilmu ala klasik alias “sorogan”
hampir punah, akibatnya para ‘Alim Ulama hanya mengadakan majlis non-formal di
rumah masing-masing dengan santri yang terbatas, hingga pada akhirnya majlis
ala klasik itu dihidupkan kembali oleh seorang Ulama tesohor, pernah menjabat
Mufti Agung Mesir selama bertahun-tahun, bahkan sekarang beliau membuat tariqah
Sufiah cabang Imam as-Syadzuli sekaligus menjadi Mursyid di tariqah tersebut,
yaitu al-Allamah Sykeh Ali Jum’ah. Semasa menempuh jenjang s3 nya, Abuya Ahmad bin
Muhammad Al Maliki tidak pernah absen untuk mengunjungi Sykeh Ali Jum’ah,
penulis menyaksikan itu sendiri. Bahkan Abuya Ahmad pernah berkata, “Jika di
Negeri Hijaz Abuya Muhammad al Maliki, maka di Mesir adalah Sykeh Ali Jum’ah”. Syekh
Ali Jum’ah adalah guru dari para Azhari, dari beliau banyak dilahirkan ulama
muda yang berkompeten. Walau demikian, Sykeh Ali Jum’ah masih menimba
ilmu dari Abuya Muhammad Al Maliki, hal ini dijelaskan oleh Syekh Usamah Sayyid
Al Azhari; murid Sykeh Ali Juma’ah, dalam bukunya yang berjudul “Fathul
Malik al-‘Ali fi Asanidi as Syaikh Ali”. Buku yang menghimpun sanad
keilmuan Sykeh Ali Jum’ah dan beberapa guru beliu dari seluruh dunia. Salah
satu dari guru dan musnid Sykeh Ali Jum’ah adalah Gurunda Abuya Sayyid Muhammad
bin Alawi Al-Maliki. Hal yang sama juga disebutkan oleh Syaikh Ibrahim Sya’ban
al Mursyidi dalam bukunya, “Al-Muhadditsun fi Rihab al Azhar as
Syarif”. Syaikh Ali Jum’ah pun
memuji Abuya Muhammad Al Maliki dalam sambutannya terhadap buku Abuya yang
berjudul “At-Tahdzir min al-Mujazafati bi at-Takfir”:
فالحمد لله حيث أقام مؤلفه الشريف هذا التحذير في أوانه, ولا غرو فهو
علامة عصره وزمانه, و ممن أقامهم الله لإرشاد العباد, وإصلاح الخلل و الفساد.
“Segala puji bagi Allah SWT yang telah menjadikan sang pengarang menuliskan (Buku at-Tahdzir) tepat pada waktunya. Dan tidak diherankan lagi bahwa penulis adalah Ulama yang sangat alim pada masanya, dan termasuk salahsatu orang yang Allah jadikan sebagai pembimbing Umat, juga sebagai pembenah dari kerusakan.”
Bersambung....
Ali Afifi Al-Azhari
0 komentar